Kandungan teh putih sudah terbukti banyak memiliki manfaat bagi tubuh. Antioksidan sendiri sudah dikenal sebagai zat anti kanker, beberapa penelitian juga menunjukkan teh dapat mencegah penuaan dini.
Teh premium ini juga ramah di saku, tak seperti harga kopi luwak yang bisa dijual hingga jutaan per 100 gram. Tapi mengapa white tea masih kalah pamor jika dibanding kopi?
Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Rachmad Gunadi mengatakan, popularitas teh masih kalah saing jika dibandingkan dengan kopi. Sebab kopi sudah lebih dulu melakukan sosialisasi ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teh ini telat sosialisasi, tapi enggak bisa juga sosialisasi teh pakai 'cara kopi', sosialisasi teh pakai cara kopi ini pernah dipakai di sebuah kedai kopi mewah yang simbolnya hijau itu, tapi gagal," kata Rachmad.
Peminum teh juga makin menurun seiring dengan menjamurnya kedai kopi di Indonesia. Meski sudah punya jenis premium white tea, masyarakat Indonesia masih belum bisa move on dari kopi.
Belum lagi, dengan menjamurnya kedai kopi maka tiap orang bisa dengan mudah membeli kopi. Berbeda dengan teh yang kedainya masih sedikit, bahkan kedai teh lebih sering terkesan 'eksklusif' di beberapa tempat.
"Rendahnya peminum teh ini menyebabkan produksi kita turun, apalagi white tea yang hanya ambil pucuk teh, dia sedikit sekali tiap produksi," kata Rachmad.
Cara membranding teh yang paling tepat menurut Rachmad adalah dengan mensosialisasikan rasa teh terbaik, baru manfaatnya. Menurutnya, orang Indonesia akan lebih memilih makanan atau minuman yang rasanya nikmat, meskipun kandungan manfaatnya tak banyak.
White tea, menurutnya sangat cocok untuk mengenalkan kembali teh agar terus populer. White tea memiliki rasa yang agak manis, cukup terjangkau untuk teh kelas premium, dan memiliki segudang manfaat.
"Makanya kami mulai coba ubah ajakan 'ngopi' jadi 'ngeteh' biar orang-orang makin banyak yang nongkrong, ngumpul, itu minumnya teh, enggak cuman kopi," tuturnya.
(mel/chs)