Jakarta, CNN Indonesia --
Di beberapa negara Asia, minum teh sudah jadi budaya yang mengakar di masyarakat. Teh biasa hadir saat jamuan penting, acara seremonial, hingga umum dijadikan kado atau oleh-oleh.
Sementara di Eropa, orang yang minum teh punya prestige tersendiri. Budaya minum teh di negara-negara Eropa erat kaitannya dengan kebiasaan bangsawan. Kerajaan Inggris bahkan punya acara afternoon tea, tradisi minum teh sore lengkap dengan kudapan di meja makan.
Bagaimana di Indonesia?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa dibilang, tradisi minum teh di Indonesia terpengaruh oleh para pendatang saat masa kolonial.
Tanaman teh juga bukan berasal dari Indonesia. Seorang pria berkebangsaan Jerman, Andreas Kleyer pada 1648 membawa Camellia sinensis, tanaman teh dari Jepang ke Indonesia. Ia awalnya hanya berniat menjadikannya sebagai tanaman hias.
"Dia [Andreas Kleyer] orang Jerman yang kerja untuk VOC. Bawa Camellia sinensis untuk dijadikan tanaman hias," kata Ketua Dewan Teh Indonesia, Rachmad Gunadi saat dihubungi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Camellia sinensis sendiri banyak tumbuh subur di daratan China. Tanaman ini tumbuh lebih baik di daerah sub tropis yang memiliki musim dingin. Saat dibawa ke Indonesia, Camellia sinensis asal Jepang lebih mudah rusak dan sulit tumbuh.
Saat era kolonial di Indonesia, pemerintah Belanda kala itu berusaha membudidayakan teh di Indonesia. Perkebunan teh di Indonesia baru berkembang pada tahun 1800-an menggunakan Camellia sinensis varietas assam dari Sri Lanka.
"Teh di Indonesia memang arahnya diolah jadi black tea. Sekarang banyak dipakai Camellia sinensis varietas assam, dia tanamannya lebih besar dan flavour-nya lebih kuat. Kalau dari China, Jepang itu, biasanya lemah tumbuhannya, tapi aromanya kuat," kata Rachmad.
Setelah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial, teh mulai diminati berbagai kalangan.
Kerja Paksa Tanam Teh
Munculnya perkebunan teh di Indonesia tak bisa lepas dari sejarah kelam kerja paksa pada masa kolonial.
Pada 1830, sistem cultuurstelsel diterapkan oleh Van Den Bosch, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Setiap desa kala itu wajib menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas bernilai jual tinggi seperti kopi, tebu, dan teh.
 Ilustrasi. Tradisi minum teh di Indonesia tak lepas dari pengaruh masa kolonial. (istockphoto/knape) |
Alhasil, industri teh Indonesia di bawah kolonialisme Belanda mulai berkembang. Teh kualitas premium hanya diekspor ke negara Eropa, sementara di dalam negeri, teh off grade (kualitas tiga) dijual untuk kalangan pribumi.
Nasionalisasi
Tak banyak yang tahu sejarah perkebunan teh di Indonesia. Banyak orang mungkin mengira kebun teh yang ada saat ini ditanam oleh pemerintah Indonesia. Padahal, banyak kebun teh milik Belanda yang diakuisisi oleh pemerintah Indonesia.
Teh awalnya ditanam oleh pemerintah Belanda dan negara lainnya di Indonesia. Kebun teh baru dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia pasca-kemerdekaan, sekitar tahun 1951-1953. Perkebunan teh milik pemerintah Hindia-Belanda diakuisisi oleh negara lewat Perkebunan Nusantara (PTPN), sementara lahan milik Inggris, Portugal, dan Spanyol diakuisisi oleh swasta.
Menurut catatan Dewan Teh Indonesia, luas areal kebun teh Indonesia mencapai 100,5 ribu hektare pada 2018. Luas kebun teh mulai berkurang dari masa ke masa.
"Tiap tahun luas kebun teh Indonesia berkurang, sedikit demi sedikit. Ada karena perluasan lahan penduduk, atau karena pailit," tutur Rachmad.
Rachmad mengatakan, teh awalnya diproses dengan cara diseduh. Teh diletakkan pada saringan, kemudian disiram air panas. Saringan pertama bertujuan untuk menghilangkan serbuk teh, sementara saringan kedua untuk diminum.
"Jadi disiram air yang mau mendidih di saringan teh, kemudian yang diminum itu air saringan kedua, yang pertama untuk menghilangkan dust-nya," ucapnya.
Setelah diakuisisi pada 1950-an, teh semakin populer di Indonesia. Setiap menjamu tamu, teh menjadi pilihan pertama. Meskipun teh yang tersedia di pasaran bukan teh kualitas pertama.
Di daerah Pantura, teh dikreasikan dengan bunga melati agar aromanya lebih harum. Hal ini wajar mengingat teh yang ditanam di Indonesia merupakan varietas assam yang aromanya kurang kuat. Teh bunga melati pun mulai marak dikonsumsi.
Namun, industri teh gonjang-ganjing pada 1970 membuat teh di pasaran makin langka. PTPN, industri teh milik negara berhasil bertahan dari carut marut situasi politik kala itu.
Teh juga kalah saing dengan minuman soda pada 1990. Saat itu, kawula muda lebih menyenangi soda ketimbang teh. Alhasil beberapa industri teh tanah air mulai beradaptasi dan menciptakan teh berkarbonasi. Meskipun cara ini gagal mempertahankan popularitas teh.
Baru setelahnya, teh diperkenalkan dalam bentuk teh kantong. Teh kantong diharapkan bisa mendongkrak popularitas teh seperti masa kolonial.
"Kemunculan kantong teh sebenarnya enggak berhasil mengembalikan popularitas teh, tapi dia membuat konsumsi teh tetap ada di kantor-kantor, di perjalanan, karena dia memberikan kemudahan meminum teh," ucap Rachmad.
Mengembalikan Kejayaan Teh
Rachmad mengaku cukup sulit mengembalikan popularitas teh. Di Indonesia, teh semakin tersingkir dengan menjamurnya kedai kopi. Kondisi ini juga yang membuat produksi teh Indonesia cenderung turun setiap tahunnya.
Jika pada 1990-2005, industri teh di Indonesia bisa memproduksi 150 ribu ton teh setahun, dengan ekspor lebih dari 90 ribu ton, kini produksi bisa kurang dari 140 ribu ton dengan ekspor hanya 48 ribu ton setahun.
 Ilustrasi. Di Indonesia, teh kalah populer dengan kopi. (iStockphoto/KMNPhoto) |
"Sementara ekspor ini harus ditingkatkan karena dia harganya naik, supaya industri kuat. Teh yang dijual di dalam negeri harganya murah karena bukan teh special grade," ujarnya.
Memasarkan teh pada masyarakat Indonesia juga cenderung sulit. Sebabnya, orang Indonesia agak enggan membeli teh premium yang harganya sedikit lebih mahal dari teh biasa. Padahal, teh premium ini-lah yang menjadi sumber utama berdirinya industri teh di dalam negeri.
"Konsumen dalam negeri belum bisa menerima teh bagus dalam harga agak tinggi," ujarnya.
Memasarkan teh dengan cara kopi juga bukan ide yang bagus. Sebabnya, penyajian teh berbeda dengan penyajian kopi. Teh biasa disajikan dalam pot dan bisa diminum hingga 5-6 gelas seorang. Minum teh lebih tepat dengan pendekatan budaya ketimbang pendekatan 'nongkrong' ala cara pemasaran kopi.
"Teh dan kopi punya cara pemasaran sendiri, teh lebih dekat dengan budaya, sementara kopi lebih populernya di kedai, bukan disajikan di rumah," kata Rachmad.
Meski kalah populer dibanding kopi, pundi rupiah dari industri teh sebetulnya jauh lebih tinggi jika memasukkan kelompok teh kemasan. Industri teh kaleng, teh dalam botol, atau teh aneka rasa merupakan industri terbesar kedua setelah industri air mineral.
Namun, tentunya teh kemasan tak baik dikonsumsi setiap hari. Sejatinya teh seduh mengandung banyak manfaat baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebaiknya mengonsumsi teh seduh. Selain menyehatkan, Anda juga ikut membangun industri teh tanah air.