Makan Permen Bantu Berhenti Merokok, Mitos atau Fakta?
Banyak orang menyarankan konsumsi permen bagi yang ingin berhenti merokok. Benarkah cara ini bisa menghentikan kecanduan merokok?
Kebiasaan merokok memang sulit dihapus. Apalagi jika sudah ketergantungan dengan nikotin dalam rokok. Padahal, rokok punya segudang zat berbahaya dan bersifat karsinogenik (menimbulkan kanker). Disinyalir ada 7 ribu bahan yang bersifat aditif dan karsinogen dalam sebatang rokok.
Merokok bisa memengaruhi seluruh fungsi organ tubuh karena zat karsinogenik yang ditimbulkan. Merokok juga mengganggu kerja sistem kekebalan imun, menyebabkan sesak napas, lambat berpikir, hingga disfungsi ereksi.
Baik itu rokok konvensional yang dibakar, atau jenis elektrik seperti vape, dan lain sebagainya tetap memiliki risiko penyakit yang sama.
Perokok yang sadar dengan bahaya rokok mungkin akan berpikir untuk berhenti mengkonsumsi rokok. Mengunyah permen mungkin jadi salah satu opsi, tapi apakah ini memang cara yang tepat?
Dokter spesialis kejiwaan Tribowo Ginting menjelaskan, mengunyah permen karet atau mengonsumsi permen isap hanya membuat mulut sibuk sehingga keinginan untuk merokok berkurang. Faktanya, makan permen tak bisa menghilangkan rasa ingin merokok.
Tribowo menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merokok. Di antaranya adalah kebiasaan, lingkungan masyarakat, dan rasa ketergantungan (aditif).
Sedangkan makan permen hanya menggantikan rasa nyaman yang muncul pada mulut ketika terbiasa merokok. Sementara faktor lain seperti keadaan lingkungan perokok, tidak bisa diatasi dengan makan permen. Apalagi jika seseorang sudah ketergantungan merokok, maka kebutuhan akan nikotin dirasa harus terpenuhi dan tidak tergantikan oleh permen.
"Mengunyah permen lebih pada salah satu bentuk terapi untuk tidak merokok, tapi dia tidak menghilangkan rasa ketergantungannya, dia juga tak bisa menahan keinginan merokok ketika berada di lingkungan atau kelompok perokok," katanya.
Dengan demikian, makan permen hanya salah satu cara yang ditempuh untuk berhenti merokok. Cara lainnya pun harus ditempuh para perokok yang ingin memutus ketergantungan nikotin rokok.
"Ada modalitas lain yang diperlukan perokok yang ingin berhenti merokok. Pertama niat, ada dukungan dari sekitar, bahkan tak jarang perlu tatalaksana dari tenaga kesehatan," kata Tribowo.
Seorang perokok yang sudah aditif memang cenderung sulit menghentikan kebiasaan merokok. Terkadang, dukungan dari orang terdekat bahkan tak membantu sama sekali.
Perokok yang tiba-tiba berhenti mengonsumsi rokok bisa mengalami withdrawal syndrome atau dikenal juga dengan istilah sakau. Ketika perokok memutuskan berhenti mendadak, maka tubuh akan mengalami kekurangan nikotin yang biasa ia dapat dari rokok. Biasanya sindrom yang muncul adalah perubahan suasana hati, sulit konsentrasi, mudah tersinggung, cemas, hingga kesulitan mengontrol emosi karena keinginan merokok.
"Gejala ini muncul beberapa jam setelah berhenti merokok, kemudian meningkat selama 3-4 hari, dan menurun setelah 1-3 minggu," tutur Tribowo.
Pada kondisi sakau nikotin ini-lah, terkadang diperlukan bantuan tenaga medis. Dokter biasanya akan memberikan terapi, baik tanpa atau dengan obat. Terapi konseling juga diberikan secara berkala selama proses berhenti merokok.