Sindrom asperger seperti yang dialami Han Geu-ru di Move to Heaven termasuk gangguan neuro development atau perkembangan neurologis. Masalah muncul sejak usia perkembangan atau sebelum 2 tahun. Uci berkata diagnosis ASD termasuk sindrom asperger tidak semudah mendiagnosis penyakit infeksi semisal Covid-19.
Biasanya orang tua akan mengunjungi dokter dengan beberapa keluhan. Keluhan-keluhan inilah yang akan menghantarkan dokter pada diagnosis anak positif ASD atau nonASD (ada masalah lain). Jika positif ASD, baru kemudian dipantau untuk melihat tipe ASD secara spesifik.
- Problem wicara
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya orang tua datang membawa anak dengan problem berbahasa atau wicara. Problem ini tidak langsung ditanggapi dengan 'vonis' anak mengalami autisme. Problem wicara kadang timbul akibat anak memiliki masalah pendengaran juga anak kurang stimulasi karena terbiasa bergaul dengan gawai.
"Terutama milenial, biasanya diasuh gadget, ini mempengaruhi [kemampuan berbicara]. Jadi bisa saja terlambat bicara karena stimulasi kurang, bukan karena autisme," jelasnya.
- Sulit kontak mata
Anak nonASD akan merespons saat dipanggil atau diajak bicara atau interaksi termasuk lewat kontak mata. Pada anak ASD, kontak mata sulit sekali terjadi.
"Dia enggak bisa kontak mata lama. Hitungannya gini, kalau diajak bicara seharusnya melihat yang diajak bicara tapi yang terjadi dia enggak melihat ke kita, dia bicara tanpa sepenuhnya melihat [ke yang diajak bicara]. Yang ekstrem, ada yang sama sekali enggak menoleh, ini terjadi pada autisme murni. Sama sekali tidak ada kontak." kata Uci.
- Problem tumbuh kembang
Gejala anak dengan ASD termasuk asperger syndrome sangat berkaitan dengan tumbuh kembang. Dokter akan mengecek jika anak ada keterlambatan atau gangguan di proses tumbuh kembangnya.
"Normalnya, anak bisa angkat kepala di umur 4 bulan, bisa duduk di 6 bulan, lalu merangkak 9 bulan. Kemudian berjalan di 12-18 bulan. Ini ada terlambat atau enggak," jelasnya.
- Perilaku aneh
Anak memiliki perilaku aneh atau memiliki obsesi terhadap sesuatu yang tidak lazim di kalangan anak seusianya. Ada anak yang suka menata sandal dan sepatu, lalu marah saat sandal yang ia tata diambil dan dikenakan. Kemudian obsesif terhadap benda yang berputar sehingga suka memandangi kipas angin atau duduk di sebelah baling-baling.
"Kadang keluhan perilaku aneh datang sebagai akibat sekunder, bukan murni ASD. Ada kasus anak tidak suka makan karena habis dirundung teman. Ternyata anak ini enggak terdeteksi ASD," imbuh Uci.
![]() Infografis Menyadari Gejala Autisme |
Dari keluhan-keluhan ini, dokter akan melakukan asesmen sehingga berujung pada diagnosis ASD termasuk asperger syndrome atau nonASD:
* Eliminasi penyebab lain
Dokter akan mengeliminasi penyebab-penyebab lain yang tidak berkaitan dengan ASD misal masalah kejang demam (step), diare sampai masuk rumah sakit, malnutrisi, berat badan kurang, anemia,cerebral palsy, juga epilepsi. Temuan masalah ini akan berkaitan dengan diagnosis lalu tindak lanjut penanganan pasien.
"Syarat diagnosis itu menyingkirkan penyakit lain, misal CP (cerebral palsy). Anaknya telat ngomong, ada kecurigaan autisme, padahal ternyata CP," kata Uci memberikan contoh.
* Asesmen psikiatrik
Asesmen psikiatrik digunakan untuk skrining dan melihat derajat keparahan ASD termasuk asperger syndrome seperti yang dialami Han Geu-ru di Move to Heaven. Dokter akan menggunakan instrumen CARS (Childhood Autism Rating Scale). Instrumen ini akan melihat kemampuan interaksi, kendali perilaku, kemampuan anak menirukan perilaku sosial semisal jabat tangan, tepuk tangan di kesempatan yang tepat, kemampuan merespons emosi juga koordinasi badan.
* Asesmen inteligensi
Pemeriksaan ini akan dibantu psikolog untuk melihat tingkat kecerdasan anak. Biasanya psikolog memiliki instrumen khusus misal anak diminta menggambar manusia. Hasil gambar akan dilihat seberapa detail sosok manusia, pemahaman anak tentang anatomi tubuh berikut dengan proporsinya.
Uci berkata proses pemeriksaan hingga diagnosis kerap memerlukan beberapa kali pertemuan dengan pasien juga orang tuanya. Setelah diagnosis pun anak tetap dipantau agar memperoleh penanganan yang sesuai.
"Sekarang trennya orang tua sudah aware(sadar). Anak baru mau ulang tahun pertama, sudah cemas, anak autis enggak ya? Ini terjadi rata-rata pada orang tua dengan pendidikan baik, akses informasi mudah, mereka lebih aware, lebih waspada. Saat ada kecurigaan, anak dibawa ke dokter sejak usia balita," katanya.