Penyebab Kanker Ovarium dan Cara Menurunkan Risikonya
Kanker ovarium menjadi ancaman bagi banyak perempuan. Kenali penyebab kanker ovarium untuk mengontrol risikonya.
Kanker ovarium merupakan pertumbuhan sel-sel yang tidak normal di jaringan indung telur. Jenis kanker ini lebih sering terjadi pada perempuan yang telah memasuki masa menopause.
Kanker jenis ini kerap tak dapat terdeteksi sejak dini. Akibatnya, banyak kasus terdeteksi saat sel kanker telah menyebar ke area panggul dan perut. Pada stadium akhir, kanker ovarium akan sulit untuk diobati dan bisa berakibat fatal.
Hingga saat ini, penyebab kanker ovarium sebenarnya tak diketahui secara pasti. Mengutip laman American Cancer Society, ada banyak teori tentang hal tersebut. Misalnya saja beberapa hal yang diklaim dapat mengubah risiko kanker ovarium, seperti kehamilan dan penggunaan pil KB. Kedua hal tersebut mengurangi frekuensi ovarium melepaskan sel telur (ovulasi) yang dapat berpengaruh terhadap penurunan risiko kanker ovarium.
Meski tak diketahui secara pasti hal-hal apa saja yang dapat memicu kanker ovarium, ada beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan. Beberapa faktor ini meningkatkan risiko seseorang terkena kanker ovarium.
1. Riwayat keluarga
Perempuan dengan riwayat kanker ovarium di dalam keluarga memiliki risiko yang lebih tinggi.
2. Mutasi genetik
Mengutip laman Cancer Center, beberapa perempuan yang mengembangkan kanker ovarium memiliki mutasi bawaan pada salah satu dari dua gen yang disebut gen kanker payudara 1 (BRCA1) dan gen kanker payudara 2 (BRCA2).
Perempuan dengan mutasi BRCA1 memiliki risiko 35-70 persen terkena kanker ovarium. Sementara perempuan dengan mutasi BRCA2 memiliki risiko 10-30 persen terkena kanker ovarium.
3. Sindrom Lynch dan sindrom Peutz-Jeghers
Perempuan dengan kelainan genetik bawaan seperti sindrom Lynch dan sindrom Peutz-Jeghers memiliki risiko yang lebih tinggi terkena kanker ovarium.
Sindrom Lynch merupakan kondisi yang membuat seseorang rentan terkena jenis kanker tertentu. Kelainan bawaan ini paling umum memicu kanker kolorektal. Namun, sindrom ini juga bisa memicu kanker ovarium.
Sementara sindrom Peutz-Jeghers meningkatkan risiko berkembangnya polip di saluran pencernaan dan beberapa jenis kanker seperti payudara, kolorektal, rektum, pankreas, lambung, testis, ovarium, paru-paru, dan serviks.
4. Kondisi medis terkait
Beberapa kondisi medis meningkatkan risiko kanker ovarium. Beberapa perempuan yang telah didiagnosis kanker payudara, kanker kolorektal, dan endometriosis lebih berisiko terkena kanker ovarium.
5. Terapi penggantian hormon
National Cancer Institute mencatat, ada sedikit peningkatan risiko kanker ovarium pada perempuan yang menjalani terapi penggantian hormon (HRT) setelah menopause. Ada juga peningkatan risiko kanker ovarium pada perempuan yang baru menjalani HRT kurang dari lima tahun.
Saat HRT dihentikan, risiko kanker ovarium menurun seiring waktu berjalan.
6. Berat dan tinggi badan
Kelebihan berat badan atau obesitas kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker ovarium.
Perempuan dengan indeks massa tubuh (BMI) 30 atau lebih memiliki risiko yang lebih tinggi. Perempuan dengan tinggi sekitar 152 cm atau lebih juga berisiko sedikit lebih besar terkena kanker ovarium.
Namun, hingga saat ini belum jelas bagaimana berat dan tinggi badan memengaruhi risiko kanker ovarium.