Ahli: Belum Cukup Bukti untuk Beri Izin atau Tolak Ivermectin

CNN Indonesia
Selasa, 22 Jun 2021 09:34 WIB
Ahli mengatakan bahwa belum cukup bukti untuk mengizinkan atau menolak penggunaan Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.
Ahli mengatakan bahwa belum cukup bukti untuk mengizinkan atau menolak penggunaan Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19. (iStockphoto/FatCamera)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan obat terapi Covid-19 buatan PT Indofarma (Persero) Tbk, Ivermectin telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Obat tersebut kini sudah dalam tahap produksi dengan kapasitas diharapkan mencapai 4 juta per bulan.

"Alhamdulillah hari ini sudah keluar izin edarnya dari BPOM, dan kami terus melakukan komunikasi intensif kepada Kementerian Kesehatan sesuai rekomendasi obat ini harus atas izin dokter dalam penggunaannya keseharian," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (21/6) kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erick mengklaim Ivermectin merupakan obat terapi Covid-19 yang bisa menurunkan dan mengantisipasi penularan. Khasiat obat tersebut, kata dia, juga telah diulas dalam sejumlah jurnal kesehatan. "Kami sedang melakukan uji stabilitas, karena itu obat Ivermectin kita sudah mulai produksi," tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Deputi bidang penelitian Translasional Lembaga Eijkman, David Handojo Muljono mengatakan bahwa belum cukup bukti untuk mengizinkan atau menolak penggunaan Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.

"Belum cukup bukti untuk mengizinkan atau menolak penggunaan Ivermectin pada Covid-19," kata David kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/6).

Pernyataannya tersebut merujuk pada laporan dari Studi Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS yang dirilis 11 Juni lalu soal Ivermectin.

"Bukti yang ada adalah in-vitro (penghambatan importin alpha/beta-1 nuclear transport protein). Belum ada hasil uji klinik hingga saat panduan ini [Studi soal Ivermectin] disusun," imbuhnya. 

Dalam panduan Studi Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS, disampaikan bahwa tidak ada data yang cukup untuk merekomendasikan atau menentang penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19.

"Untuk mencapai efek seperti yang didapat secara in-vitro, diperlukan dosis 100x lipat dari dosis yang diizinkan untuk manusia (sebagai obat cacing), sekalipun dengan akumulasi pada jaringan paru," tambah David.

Sebelumnya, dokter spesialis paru, Erlang Samoedro juga menegaskan bahwa obat tersebut belum terbukti efektif untuk mengobati Covid-19.

"Belum efektif. Bahkan dari FDA dan WHO tidak merekomendasikan," ujar Erlang, saat dihubungi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Menukil laman Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, obat Ivermectin belum mendapatkan persetujuan untuk digunakan mengobati atau mencegah Covid-19. Ivermectin, tegas FDA, tidak bersifat anti-virus atau melawan virus yang masuk ke dalam tubuh.

"Tablet Ivermectin disetujui pada dosis yang sangat spesifik untuk beberapa cacing parasit, dan ada dalam bentuk topikal untuk pengobatan kutu dan kondisi kulit tertentu," tulis FDA.

Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hanya merekomendasikan penggunaan Ivermectin untuk keperluan uji klinis, bukan untuk pasien Covid-19, baik dalam tingkat keparahan apa pun.

Hingga saat ini, tim dokter juga belum menggunakan Ivermectin sebagai salah satu terapi Covid-19.

Saat ini, Ivermectin memang telah terdaftar di Indonesia sebagai obat bagi yang terindikasi infeksi cacingan. Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg berat badan dengan pemakaian setahun sekali.

Ivermectin sendiri merupakan obat keras yang biasa digunakan untuk menangani penyakit yang disebabkan parasit. Obat ini bisa menimbulkan efek samping yang beragam. Masyarakat diminta untuk berhati-hati.

"Mual, muntah, diare, hipotensi, reaksi alergi, pusing, ataksia [masalah keseimbangan], kejang, koma, dan bahkan kematian," ujar Erlang, merinci beberapa efek samping yang bisa dipicu oleh penggunaan Ivermectin yang salah.

Tak hanya itu, lanjut Erlang, studi pada hewan percobaan juga memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin.

Sementara interaksi obat, seperti dengan obat TBC rifampisin, ditemukan dapat menurunkan kadar keampuhan Ivermectin.

Untuk itu, Erlang mengimbau masyarakat atau pasien Covid-19 yang telah menerima pengobatan Ivermectin untuk berhati-hati dan memastikan penggunaan sesuai dengan yang direkomendasikan. Penggunaan harus dilakukan atas pengawasan dokter.

"Bila ada gejala di atas [efek samping], agar patut diperhatikan," ujar Erlang.

(tim)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER