Tiap anak memiliki karakteristik berbeda. Meski lahir dari orang tua yang sama, anak memiliki kekhasan sehingga orang tua tidak bisa menggunakan cara yang sama untuk semua anak. Secara umum, dikenal tiga jenis karakteristik anak, seperti berikut.
Easy child
Anak yang masuk kategori 'easy child' umumnya cepat beradaptasi dengan aktivitas baru dan memiliki suasana hati yang baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ciri seperti ini memang memudahkan orang tua untuk mengajak anak beradaptasi dengan perubahan, terutama di masa pandemi. Namun, Anggia mengingatkan, jangan sampai orang tua lengah.
"Orang tua jangan terlalu keenakan. Tetap berusaha terlibat dengan anak, menunjukkan minat terhadap aktivitas anak, hindari sikap cuek. Kita sebanyak mungkin terlibat, mendampingi, kenalkan mana yang boleh, mana yang tidak," jelasnya.
Slow to warm up child
Dibanding 'easy child', 'slow to warm up child' terbilang agak lebih sulit ditangani. Anak-anak ini perlu waktu untuk beradaptasi, perlu banyak dukungan, dan motivasi atau dorongan.
Biasanya, kata Anggia, anak lebih sering menangis, menarik diri, dan kerap diberi label 'anak pemalu'.
Menghadapi anak seperti ini, orang tua jangan sampai memaksakan anak untuk cepat akrab dengan orang lain. Selain itu, orang tua tidak disarankan untuk over protective. Terlalu banyak larangan dan batasan membuat rasa cemas anak meningkat.
"Berikan sedikit waktu, bersabar sampai anak nyaman sendiri buat adaptasi, terima sikap anak, latih anak buat terbuka. Jangan labeli mereka dengan kata negatif, misal pemalu, penakut. Nanti anak akan menstigma diri 'oh aku pemalu, aku penakut'," jelasnya.
Difficult child
Orang dewasa akan melihat 'difficult child' sebagai anak nakal, susah diatur.
Pada dasarnya, anak-anak jenis ini sulit dalam beradaptasi. Mereka kerap bingung dengan perubahan dan suasana hati yang mudah berontak.
Orang tua harus memahami mood anak. Dukungan diperlukan sebanyak mungkin.
"Saat anak menunjukkan tantrum, rewel, orang tua berusaha memahami. Berikan anak kesempatan untuk memperbaiki tingkah laku mereka," kata Anggia.
Orang tua harus memiliki aturan jelas dan konsisten. Orang tua harus kompak sehingga tidak ada celah. Saat menegakkan aturan, orang tua sebaiknya tidak menggunakan ancaman, tetapi membuat harapan yang jelas dari aturan yang dibuat. Terlalu sering diancam, anak akan melihat ancaman sebagai hal biasa.
(els/asr)