Psikolog: Keputusan Childfree Harus Kesepakatan Bersama

CNN Indonesia
Rabu, 25 Agu 2021 13:13 WIB
Keputusan untuk tak memiliki anak dalam pernikahan atau childfree harus disepakati oleh kedua pasangan, tak boleh ada paksaan.
Keputusan untuk tak memiliki anak dalam pernikahan atau childfree harus disepakati oleh kedua pasangan, tak boleh ada paksaan. (SplitShire)
Jakarta, CNN Indonesia --

Memiliki anak menjadi impian hampir semua pasangan yang telah menikah. Pasangan suami istri akan merasa lengkap jika sesosok anak hadir di antara mereka.

Ada banyak pasangan yang bahkan memutuskan berpisah ketika pasangannya tak bisa memberi keturunan.

Namun nyatanya, tak semua pasangan bisa atau ingin punya anak. dalam kehidupan pernikahan mereka. Banyak yang mengambil keputusan untuk tak memiliki anak atau dikenal juga dengan istilah childfree.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan untuk tak memiliki anak ini tentu bukan sesuatu yang bisa diambil tergesa-gesa. Banyak faktor yang menyebabkan pasangan akhirnya memilih untuk tak memiliki keturunan atau childfree.

Psikolog anak dan remaja, Gisella Tani Pratiwi mengatakan, setiap pasangan tentu memiliki alasan tertentu ketika tak ingin memiliki anak dalam hubungan pernikahan mereka. Tak ada benar atau salah, namun yang pasti keputusan untuk tak punya anak harus menjadi keputusan bersama.

Sebab saat memutuskan untuk tidak memiliki anak, keduanya harus sepakat. Tak bisa hanya muncul gagasan dari salah satu, misal dari suami atau istri saja.

"Apapun keputusan yang dibuat diharapkan telah didiskusikan secara setara (tidak ada pihak yang dilemahkan atau dipaksa), baik mengenai konsekuensi keputusan maupun kesiapan mental atau psikologis pasangan untuk menjadi orangtua kelak," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/8).

Gisella menyebut keputusan untuk tidak memiliki anak tentu tak hanya diambil dalam waktu singkat atau satu malam. Banyak pertimbangan dan perdebatan yang tentunya dirasakan pasangan sebelum akhirnya keputusan itu bulat disetujui bersama.

Dalam kesempatan terpisah, ketika dihubungi beberapa waktu lalu Kantiana Taslim, psikolog klinis di Ohana Space mengungkapkan bahwa selama ini secara tidak langsung banyak orang menjadikan punya anak sebagai 'fulfillment' (pemenuhan) kehidupan perkawinan. Ada tuntutan tak tertulis yang berlaku di masyarakat bahwa kehadiran anak jadi syarat untuk mewujudkan keluarga yang utuh.

Padahal, menurutnya ini kembali lagi pada tujuan perkawinan, apa yang dicari dari pasangan, semua ini perlu direfleksikan kembali.

"Apa yang dituju dari punya anak? Apa memang sepakat punya anak? Apa sudah siap secara mental, psikologis, finansial? Punya anak tidak serta merta karena tuntutan juga. Kasihan anaknya. Anak dikasih ke kita untuk kita besarkan dengan tanggung jawab, bukan nantinya akan dilihat sebagai beban," jelasnya.

Apa yang jadi alasan pasangan memilih untuk childfree? Tiap orang pasti punya alasannya sendiri, bahkan dari medis sampai psikologi. Gisella menyebut bahwa, keputusan childfree dalam pernikahan ini bisa disebabkan oleh beragam alasan, termasuk faktor psikologi. Keputusan ini muncul lantaran trauma masa kecil dan rasa takut menularkan trauma tersebut ke anak.

"Ketika suami istri, salah satu atau keduanya ada yang memiliki kondisi kesehatan mental yang kurang optimal karena beragam hal," kata Gisella.

Bisa jadi salah satu di antara pasangan ini atau bahkan keduanya merasa tak memiliki kemampuan untuk menjadi orang tua. Mereka merasa, trauma yang menghantuinya sejak kecil bisa memengaruhi kapabilitasnya dalam mengurus buah hati mereka.

"Bahkan (merasa) beresiko "menurunkan" gangguan kesehatan mental tertentu, baik karena contoh perilaku atau genetik," kata dia.

(tst/chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER