Melansir dari Cleveland Clinic, kualitas dan kuantitas sel telur tak hanya dipengaruhi usia. Saat usia masih terbilang produktif, sel telur bisa mengalami masalah baik kualitas maupun kuantitas akibat kondisi genetik termasuk autoimun dan paparan radiasi.
Sangat penting menjaga dan menerapkan gaya hidup sehat serta keseimbangan asupan nutrisi demi kesehatan tubuh juga kesuburan. Upik mengatakan masalah berat badan atau indeks massa tubuh berkaitan erat dengan infertilitas sekunder.
"Wanita dengan indeks massa tubuh di atas 25 kg/m2 cenderung lebih sering mengalami infertilitas dibanding dengan mereka yang memiliki berat badan ideal. Hal ini terkait dengan gangguan ovulasi seperti PCOS yang sering terjadi pada wanita gemuk," kata Upik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan pada pria, tubuh gemuk juga membawa masalah kesuburan. Gangguan kesuburan terjadi akibat peningkatan suhu dari penumpukan lemak di sekitar kemaluan. Upik menyebut penyebab terbanyak infertilitas sekunder pada pria adalah varikokel (pembesaran pembuluh darah di dalam skrotum).
Lihat Juga : |
Stres yang sulit dikendalikan dapat hormon stres. Tak hanya psikologis, hormon juga mempengaruhi fisiologis orang semisal, detak jantung makin cepat, napas pendek, tekanan darah naik dan sakit kepala.
Selama situasi ekstrem ini, sistem-sistem yang dinilai tidak berhubungan dengan pertahanan hidup 'dimatikan'. Bahkan stres bisa menonaktifkan aktivitas hypothalamic-pituitary-gonadal axis yang mengontrol sistem reproduksi. Akibatnya, koneksi otak dan ovarium kacau dan terjadi penundaan ovulasi dan menstruasi tidak teratur.
Upik berkata terapi dan pengobatan infertilitas sekunder tetap mengikuti alur penanganan infertilitas umum.
Berikut alur pengobatan infertilitas:
Evaluasi ovulusi dinilai dari riwayat menstruasi dan pengukuran kadar progesteron darah (luteinizing hormone (LH) urin. Sementara HSG, bisa menilai kondisi rongga rahim, ada tidaknya sumbatan pada saluran tuba falopi.
Analisis sperma berlaku tiga bulan berkaitan dengan spermatogenesis (proses pembentukan sperma pada testis) tiap 90 hari. Analisis akan mencakup volume, konsentrasi, pergerakan dan bentuk sperma. Dari sini akan diketahui jumlah sperma yang layak membuahi sel telur secara alami. Selanjutnya, dokter dan pasien dapat menentukan pilihan terapi termasuk program alami (senggama terencana), inseminasi intrauterine atau IVF.
"Jangan ragu untuk mengecek kondisi Anda dan pasangan sebelum merencanakan kehamilan anak kedua. Perencanaan dan persiapan yang matang dapat membantu meningkatkan peluang keberhasilan terjadinya kehamilan," kata Upik.
(ptj/ptj)