Melihat tantangan drop out peserta kontrasepsi selama masa pandemi, Hasto menyebut memang perlu ada sistem layanan baru. Salah satu caranya adalah dengan mendekatkan layanan ke masyarakat agar bisa door-to-door.
Kemudian program KB termasuk pemberian alat kontrasepsi yang tadinya hanya di faskes tingkat 1 (puskesmas, klinik kesehatan, dokter umum) diperluas hingga ke faskes tingkat 2 (layanan kesehatan spesialistik oleh dokter spesialis). Harapannya, peserta kontrasepsi tidak drop out lagi.
"Ketersediaan stok alat kontrasepsi di pos-pos BKKBN kabupaten/kota ini harus cukup. Klaim dengan BPJS masih agak ruwet, sehingga perlu di-back up dengan anggaran khusus. perlu ada program khusus sehingga tidak tergantung dengan BPJS," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hasto, perlu ada perbaikan sistem sebab jasa dokter maupun provider semuanya berbiaya. Dia memberikan contoh persalinan secara caesar maksimal hanya dua kali dilakukan sehingga saat caesar kedua ibu akan disteril (tubektomi). Namun ini tidak bisa diklaim ke BPJS karena sudah jadi satu dengan prosedur caesar. Semua tidak bisa gratis.
Di samping itu, mendekatkan layanan juga memanfaatkan platform digital lewat aplikasi klik KB. Aplikasi yang diluncurkan awal tahun ini dibuat bekerja sama dengan bidan-bidan seluruh Indonesia. Pengguna aplikasi bisa berkonsultasi maupun edukasi KB serta kesehatan reproduksi. Pengguna pun akan dengan mudah menemukan bidan terdekat jika diperlukan layanan klinis tatap muka.
"Memang ini belum seluruh kabupaten/kota. Kalau Jawa [coverage] sudah 80 persen, luar Jawa 60 persen. Di luar Jawa ini 40 persen masih blank area (area tidak terjangkau layanan internet)," katanya.
(els/chs)