Susur Sejarah 'Leiding' Jadi 'Ledeng' di Gedong Cai Tjibadak

CNN Indonesia
Senin, 27 Sep 2021 11:50 WIB
Dari Gedong Cai Tjibadak kita bisa belajar bahwa dulu Indonesia kaya akan air bersih.
Ilustrasi. Dari Gedong Cai Tjibadak kita bisa belajar bahwa dulu Indonesia kaya akan air bersih. (LifeofPix)

Budayawan Sunda, Hawe Setiawan mengungkapkan, mata air dahulu kala diperlakukan sehormat-hormatnya.

Bagi orang Sunda, air adalah sumber kehidupan. Tak heran apabila banyak tempat di Bandung yang namanya berawalan 'Ci' yang maknanya ialah air.

Meski begitu, di memasuki era modern saat ini mata air banyak yang hilang seiring pembangunan pemukiman dan sarana rekreasi. Di sekitar Gedong Cai, Hawe mencatat ada puluhan mata air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada puluhan seke (mata air), terus saya mencatat ada puluhan satwa seperti landak, lasun, burung elang dan belum lagi tumbuh-tumbuhan. Cuma masalahnya tanahnya ini di sini sudah dikuasai korporasi swasta," ucapnya.

Hawe bersama sejumlah komunitas hingga saat ini terus menginventarisir jenis satwa dan tumbuhan yang masih eksis di sekitar Gedong Cai.

Hal itu dilakukan agar masyarakat semakin mencintai keberadaan hutan kota yang penuh dengan keanekaragaman hayati.

Adapun Gedong Cai, bangunan bersejarah ini sudah ditetapkan sebagai Struktur Cagar Budaya dalam Perda Pengelolaan Cagar Budaya Nomor 07 Tahun 2018.

"Yang tidak kalah pentingnya bagi saya ekosistem di sekeliling Gedong Cai. Untuk jenis bambu saja ada 48 jenis yang ditemukan di sini. Maka dari itu, selain cagar budaya tetapi juga walau tanah di sini hak milik, saya harapkan tetap difungsikan bagi kemaslahatan orang banyak terutama bagian dari sabuk hijau Bandung utara," tuturnya.

Pakar Geografi sekaligus pegiat Kelompok Riset Cekungan Bandung, Titi Bachtiar, mengatakan, warga Bandung bahkan dunia harus bersyukur akan hadirnya hutan kota di Cidadap. Apalagi kawasan terbuka hijau saat ini semakin sedikit jumlahnya.

"Keberadaan Gedong Cai dan lembah serta sungainya punya peran yang sangat luar biasa bukan hanya bagi warga Kota Bandung tetapi juga warga dunia. Sebab tempat ini bisa menjadi pendingin. Bila sampai abadi ini masih ada, maka jadi bukti nyata dari peran warga dan Kota Bandung dalam adaptasi perubahan iklim," kata Bachtiar.

Perubahan iklim yang dimaksud adalah kondisi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia saat terjadinya fenomena alam yang belakangan kerap terjadi. Dalam waktu-waktu tertentu terjadi hujan butiran es. Menurut Bachtiar, hal itu sudah menandakan salah satu bukti bahwa lingkungan sudah rusak.

"Jadi dengan lingkungan yang rusak itu maka suhu akan panas, karena panas penguapan tinggi, karena penguapan tinggi maka air terakumulasi di atas langsung akan hujan, hujan yang dingin tiba-tiba itu jadi butiran es. Jadi, volume air yang jatuh akan lebih banyak, tidak rata nah itu yang akan menyebabkan hujan es," ungkapnya.

Selain hujan es, fenomena yang sering dirasakan adalah badai kencang. Di mana ketika banyak bangunan tinggi menjulang, menyebabkan aliran angin terhalang sehingga terjadi pusaran air yang besar.

"Di sini (Cidadap), sabuk hijaunya masih alami. Dan ada sempadan sungai yang secara hukum dilindungi Undang-undang 100 meter kiri kanan tidak boleh ada bangunan. Jadi ini semacam kulkasnya, pembuat adem," ujar Bachtiar.

Selain itu, keberadaan lembah dan sungai di kawasan Cidadap ini bisa jadi tempat belajar warga kota terkait biologi, geografi, dan geologi.

"Jangan tergiur oleh iming-iming pembangunan yang bisa menghasilkan. Ini benteng sabuk hijau yang masih sangat alami, bisa menjadi laboratorium alam bagi pembelajaran warga," cetus Bachtiar.

Sebagai bentuk kecintaan terhadap sungai, Bachtiar mengajak para peserta untuk menanam bibit pohon bambu di sekitar Gedong Cai Tjibadak. Harapannya, sabuk hijau di kawasan Cidadap ini abadi untuk selamanya.

(hyg/ard)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER