Sembuh Covid, Pria Jepang Alami RLS yang Buat Anus tak Nyaman

CNN Indonesia
Minggu, 03 Okt 2021 17:00 WIB
Seorang pria berusia 77 tahun di Jepang mengalami "deep anal discomfort" atau ketidaknyamanan di bagian anus beberapa minggu setelah ia pulih dari COVID-19.
Seorang pria berusia 77 tahun di Jepang mengalami "deep anal discomfort" atau ketidaknyamanan di bagian anus beberapa minggu setelah ia pulih dari COVID-19. (iStockphoto)

Varian Restless Leg Syndrome

'Restless Anal Syndrome' merupakan varian dari 'Restless Leg Syndrome' (RLS). Sindrom ini biasa memiliki empat fitur gejala yang membedakannya yaknipertama, pasien merasakan dorongan untuk terus menggerakan kakinya. Kedua, gejala memburuk dalam periode istirahat,ketiga, gejala membaik dengan olahraga. Dankeempat, gejala memburuk pada malam hari.

Apa sebenarnya RLS ini? Banyak ahli yang mengatakan bahwa penyakit ini dikenal juga sebagai penyakit kaki gelisah. RLS leg berhubungan dengan adanya gangguan pada pembuluh vena. Sindrom itu muncul ketika pembuluh vena tidak lagi elastis. Gejala yang mungkin timbul adalah tungkai kaki berkedut sewaktu tidur.

Biasanya keadaan ini akan membaik ketika seseorang melakukan gerakan seperti peregangan, menggoyangkan kaki, atau berjalan. Umumnya gejala tersebut akan memburuk ketika malam hari, atau saat tidur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayangnya, gerakan yang dianggap sebagai upaya untuk 'memperbaiki kondisi saat itu' sebenarnya hanya akan menambah kelelahan.

Dikutip dari Mayo Clinic, para peneliti menduga RLS mungkin disebabkan ketidakseimbangan dopamin pada otak, yang mengirimkan pesan untuk mengontrol gerakan otot.

Mereka juga mengidentifikasi kalau gejala tersebut bisa muncul karena keturunan. Peneliti mengaku menemukan gen penyakit ini dalam kromosom.
Dilansir dari Forbes, meskipun sindrom itu sendiri tidak akan menyebabkan kondisi medis yang lebih serius, itu benar-benar dapat memengaruhi hidup, tergantung pada seberapa serius gejalanya. RLS dapat menyertai kondisi medis lain yang lebih serius seperti neuropati perifer, kekurangan zat besi, dan masalah sumsum tulang belakang.

Hubungannya dengan Covid-19

Lalu apa hubungannya Covid-19 dengan masalah ketidaknyamanan di anus alias RLS? Nah, sindrom pernafasan akut parah virus corona (SARS-CoV-2) telah menunjukkan bahwa itu dapat menyebar ke pusat sistem saraf. Hal itu menjelaskan mengapa berbagai masalah neurologis dan psikiatri seperti kehilangan penciuman atau rasa, kecemasan, delirium, psikosis, dan ensefalitis dapat terjadi akibat infeksi SARS-CoV-2. Bahkan, ada laporan kasus seorang wanita berusia 36 tahun dan seorang wanita berusia 48 tahun menderita RLS saat mengidap Covid-19.

Ada varian lain dari RLS yang mempengaruhi bagian tubuh lain seperti lengan, perut, wajah, kepala, rongga mulut, kandung kemih dan alat kelamin. Perlu diingat varian RLS ini juga merupakan diagnosis medis.

Laporan kasus ini adalah contoh lain bagaimana Covid-19 dapat dikaitkan dengan berbagai masalah yang sangat luas. Meski demikian satu laporan kasus tidak cukup untuk menentukan hubungan sebab akibat yang jelas antara Covid-19 dan 'Restless Anal Syndrome'. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan bagaimana sebenarnya hubungan kedua kondisi tersebut.

(mrh/chs)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER