Jakarta, CNN Indonesia --
Mungkin satu-satunya hal yang terlintas saat membicarakan Denmark adalah Kopenhagen. Naik sepeda sembari menikmati lanskap kota atau 'ngadem' di kebun botani atau bernostalgia di Bakken Amusement Park.
Bagaimana dengan kulinernya? Rasanya orang nyaris tak memasukkan kuliner sebagai agenda khusus.
Hanya saja, pandangan ini berubah. Kuliner Denmark kini jadi salah satu agenda kunjungan, bahkan tujuan para pencinta kuliner. Adalah Rene Redzepi dan Rasmus Kofoed dengan restoran masing-masing Noma dan Geranium meraih dua tempat teratas dalam 50 restoran terbaik versi majalah Restaurant asal Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Szilvia Gyimothy, profesor pemasaran di Copenhagen Business School, mengatakan Redzepi dan Kofoed bukan siapa-siapa 20 tahun lalu. Kini keduanya jadi 'trend-setter'.
Siapa Redzepi dan Kofoed?
Redzepi adalah ahli fermentasi. Teknik ini membuat dia mampu menciptakan hidangan dari buah pinus. Menurut Gyimothy, Redzepi begitu setia pada produk lokal dan selalu menciptakan hidangan baru.
"Dia terlibat dalam perdebatan seputar makanan, iklim, kondisi tenaga kerja, paritas. Dia benar-benar menggunakan perannya untuk mendorong agenda sosial yang kuat," kata dia seperti dikutip dari AFP.
Bulan September lalu, restoran yang dikelola Redzepi yakni Noma meraih bintang Michelin ketiganya. Satu bulan kemudian, restoran menempati posisi teratas dalam 50 restoran terbaik mengalahkan Mirazur di Menton, Prancis.
Sedangkan Kofoed dikenal sebagai koki Nordik dengan gaya masakan yang jernih, ringan, dan dinamis. Dilansir dari Four Magazine, karyanya terinspirasi dari masa kecil yang banyak ia habiskan bersama alam.
Geranium, restoran yang ia pimpin, tiga kali meraih bintang Michelin. Ia sendiri juga meraih banyak penghargaan termasuk medali perunggu (2005), perak (2008) dan emas (2010) Bocuse d'Or Awards.
Untuk negara yang tidak memiliki tradisi gastronomi khusus, keberhasilan Denmark layak diperhitungkan. Pun menilik potensi hasil alam, Denmark berbeda dengan negara-negara Eropa lain. Prancis, Italia dan Spanyol, misal, mereka dianugerahi sinar matahari sehingga hasil panen melimpah. Tidak heran mereka kaya akan tradisi gastronomi istimewa.
Hanya saja, Denmark mampu memenangkan hati penikmat kuliner dengan inovasi dan kreativitas.
"[Ada] banyak restoran di dunia di mana para koki berpuas diri [dan] tidak begitu kreatif. Rene Redzepi dan Rasmus Koefoed tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka capai. Sangat istimewa memiliki dua orang seperti itu di negara kecil," ujar Bent Christensen, pendiri panduan pangan Denmark, Den Danske Spiseguide.
Inovasi dan kreativitas dua koki muda ini didukung letak geografis Denmark. Kenapa bisa?
"Anda selalu [berada] kurang dari 40 kilometer dari laut, itu fantastis untuk ikan. Dan iklimnya bagus, Anda benar-benar memiliki empat musim dan sayuran perlahan bisa matang," kata Christensen.
Geranium menawarkan 'Alam Semesta Musim Gugur'. Sekali duduk, Anda akan dimanjakan dengan artichoke Yerusalem, lobster panggang, buckthorn laut dan bebek. Beralih ke Noma, ada nuansa musim panas lewat nuansa hutan. Ada saffron caramel candle dengan sumbu menyala dari kenari yang diserut lalu dicelupkan ke minyak esensial kapulaga.
Gyimothy menilai kehadiran hidangan-hidangan inovatif ini mempengaruhi cara berpikir orang Denmark tentang makanan mereka. Orang jadi lebih sadar untuk membeli produk yang ditanam secara lokal dan sesuai musim. Popularitas dua restoran ini pun menular ke restoran-restoran lain.
"Dulu orang Denmark bepergian hanya untuk berlatih [gaya memasak yang berbeda] tapi sekarang terbalik orang datang ke Denmark untuk belajar," kata Christensen.
Ini bukan omong kosong belaka. VisitDenmark mencatat, pada 2019, 38 persen turis asing berkunjung ke Denmark hanya untuk menyicip gastronominya.