Untuk negara yang tidak memiliki tradisi gastronomi khusus, keberhasilan Denmark layak diperhitungkan. Pun menilik potensi hasil alam, Denmark berbeda dengan negara-negara Eropa lain. Prancis, Italia dan Spanyol, misal, mereka dianugerahi sinar matahari sehingga hasil panen melimpah. Tidak heran mereka kaya akan tradisi gastronomi istimewa.
Hanya saja, Denmark mampu memenangkan hati penikmat kuliner dengan inovasi dan kreativitas.
"[Ada] banyak restoran di dunia di mana para koki berpuas diri [dan] tidak begitu kreatif. Rene Redzepi dan Rasmus Koefoed tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka capai. Sangat istimewa memiliki dua orang seperti itu di negara kecil," ujar Bent Christensen, pendiri panduan pangan Denmark, Den Danske Spiseguide.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inovasi dan kreativitas dua koki muda ini didukung letak geografis Denmark. Kenapa bisa?
"Anda selalu [berada] kurang dari 40 kilometer dari laut, itu fantastis untuk ikan. Dan iklimnya bagus, Anda benar-benar memiliki empat musim dan sayuran perlahan bisa matang," kata Christensen.
Geranium menawarkan 'Alam Semesta Musim Gugur'. Sekali duduk, Anda akan dimanjakan dengan artichoke Yerusalem, lobster panggang, buckthorn laut dan bebek. Beralih ke Noma, ada nuansa musim panas lewat nuansa hutan. Ada saffron caramel candle dengan sumbu menyala dari kenari yang diserut lalu dicelupkan ke minyak esensial kapulaga.
Gyimothy menilai kehadiran hidangan-hidangan inovatif ini mempengaruhi cara berpikir orang Denmark tentang makanan mereka. Orang jadi lebih sadar untuk membeli produk yang ditanam secara lokal dan sesuai musim. Popularitas dua restoran ini pun menular ke restoran-restoran lain.
"Dulu orang Denmark bepergian hanya untuk berlatih [gaya memasak yang berbeda] tapi sekarang terbalik orang datang ke Denmark untuk belajar," kata Christensen.
Ini bukan omong kosong belaka. VisitDenmark mencatat, pada 2019, 38 persen turis asing berkunjung ke Denmark hanya untuk menyicip gastronominya.
(els/els/mik)