Jakarta, CNN Indonesia --
Senyum merekah di wajah Emil Salim, Mantan Menteri Perhubungan dan Menteri Lingkungan Hidup era Soeharto dari balik layar kamera yang menyorot dirinya. Sesekali Emil juga tampak mengerutkan dahi dan menyipitkan matanya saat kamera menyorot ke arahnya.
Sepertinya dia merasa silau dengan lampu di balik layar yang menyorotnya. Emil tertawa setelah menyapa dan memperkenalkan diri.
Dia membuka bincang pagi itu dengan pengakuan permasalahan penglihatan yang telah dialami hampir dua dekade ini. Tepatnya telah dia rasakan sejak tahun 90-an saat masih menjabat sebagai menteri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu jadi menteri saya tuh kan sibuk baca-baca laporan. Hampir setiap hari itu tidak pernah tidak baca, sekarang juga masih sih saya membaca," kata Emil terkekeh di akhir kalimatnya saat webinar Virtual Media Briefing World Sight Day 2021, Pentingnya Deteksi Dini dan Pengobatan Pasien AMD Berkelanjutan di masa Pandemi Covid-19 yang digelar PERDAMI dan PT Bayer Indonesia, Kamis (14/10).
Dia mengingat kembali masa-masa saat penglihatannya mulai kabur.
Suatu hari, Emil merasa penglihatannya mulai kabur dan tidak fokus. Awalnya dia mengira hal ini terjadi karena kelelahan dan terlalu lama menatap huruf-huruf kecil.
Tapi hal ini terjadi lebih sering, bahkan dia mulai merasa kalau penglihatannya tidak tajam bukan hanya saat membaca tapi juga saat melakukan aktivitas lain.
"Saya kemudian periksa ke dokter, karena waktu itu masih menteri saya periksa di RSCM. Nah ketahuan deh bahwa saya menderita AMD," ujar Emil.
AMD atau Age Related Macular Degeneration (AMD) adalah kondisi mata kronis yang bisa menyebabkan kebutaan. Penyakit ini kerap dijumpai pada pasien usia lanjut di atas 50 tahun.
Takut berobat
Setiap orang tentu terguncang ketika divonis menderita penyakit yang cukup berbahaya. Hal ini juga dirasakan Emil, apalagi dia juga menerima informasi pasien AMD kerap kehilangan penglihatannya.
Runtuh dunia Emil kala itu, dia bertanya apakah ada pengobatan yang bisa dilakukan untuk meminimalisir risiko kebutaan yang bisa dialami kepada dokternya.
"Dokter bilang, mata saya harus ditusuk. Kaget saya. Masa ditusuk, yang panik bukan saya saja, seisi rumah panik waktu itu," ujar Emil.
Tapi saat itu, dia dikuatkan oleh anggota keluarga lainnya. Apalagi saat itu cicit pertamanya baru lahir.
Menggendong cicit sambil menatap matanya yang berbinar di gendongan jadi salah satu penguat Emil di meja operasi.
"Ketika terbaring di tempat operasi, saya diingatkan fokus jangan ke operasi tapi ke hal yang bikin enjoy, gambaran cicit. Perhatian saya ke cicit saat mata ditusuk itu yang membuat saya melewati semua instruksi dokter," katanya.
Ternyata tusukan itu bukan yang pertama, hingga saat ini Emil telah menjalani tiga kali tusukan untuk mengobati AMD yang dia derita.
 Foto: iStockphoto/mady70 ilustrasi mata |
Percaya dokter
Setelah dua puluh tahun lebih menderita AMD dan hingga saat ini masih diberi kesempatan melihat dunia, Emil berbagi kunci utamanya adalah mengikuti setiap saran dokter.
Tak hanya itu, disiplin juga menjadi kunci agar mata bisa tetap berfungsi meski memang tak sembuh 100 persen.
"Percaya ke dokter, ikuti instruksi ketat dan cek tiap kali pada waktu yang ditetapkan dokter," katanya.
Emil menyebut sejak 1972 dia memang rutin ke dokter mata meski kala itu belum divonis menderita AMD. Hingga saat ini dia juga tetap menjalani perawatan.
Menurutnya penyakit apapun bisa diobati asal diketahui sejak dini. Dengan pengobatan yang dilakukan sejak awal risiko berbahaya dari penyakit apapun bisa diminimalisir.
"Banyak penyakit yang bisa diobati jika diketahui sedini mungkin. Penyakit bisa dihindari dengan pengecekan berkala," kata dia.