Bagi Asma (32), menghabiskan hari di pantai dengan kekasihnya tak pernah terpikirkan untuk dilakukan di Arab Saudi, yang dinilai memiliki aturan sangat konservatif.
Kini, wanita itu bisa berdansa dengan pasangannya di atas pasir putih di tepi Laut Merah dengan iringan musik dari pengeras suara.
Ini adalah gambaran kecil dari perubahan yang sedang berlangsung di kerajaan Islam, yang berusaha untuk mengurangi beberapa aturan sosial ketat dalam dorongan modernisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya musik dilarang di tempat umum hingga tahun 2017, sebuah aturan yang ditegakkan oleh polisi Agama. Wanita hanya diizinkan mengemudi setahun kemudian, dan pantai biasanya masih dipisahkan antara pria dan wanita.
Namun dengan merogoh kocek 300 riyal Saudi atau setara Rp1,1 juta per orang, Asma dan kekasihnya dapat masuk ke Pure Beach dekat Jeddah, dengan musik, dansa, dan taman air yang bertuliskan "Arab Saudi" dalam bahasa Inggris jika dilihat dari atas.
"Saya senang bahwa saya sekarang bisa datang ke pantai terdekat untuk menikmati waktu saya," katanya seperti dikutip AFP.
"Ini adalah simbol kebahagiaan, ini adalah impian kami untuk datang ke sini dan menghabiskan akhir pekan yang indah," sambungnya.
Pengunjung pantai berenang di perairan pirus dan wanita bisa mengenakan bikini. Beberapa di antaranya bersantai sambil menghisap shisha.
Saat matahari terbenam, penari mengikuti musik Barat di atas panggung, dan banyak pasangan berpelukan di dekatnya.
Di banyak negara praktik ini bukan pemandangan yang aneh, tetapi berbeda untuk Arab Saudi, yang menampung situs-situs paling suci Islam dan mendukung Wahhabisme.
Mereka juga terlihat di luar kawasan Jeddah yang dikenal sebagai kawasan paling santai di negara itu. Pure Beach berada di King Abdullah Economic City, sekitar 125 kilometer di utara pusat kota Jeddah.
"Saya dibesarkan di sini, dan beberapa tahun yang lalu kami bahkan tidak diizinkan untuk mendengarkan musik, jadi ini seperti surga," kata Hadeel Omar dari Mesir.
Lanjut ke halaman berikutnya..