Menyatukan dua atau lebih kepala untuk membangun bisnis bukan hal mudah. Irvan dan Helga sudah membuktikan mereka harus melalui begitu banyak konflik dengan rekan bisnis mereka. Bahkan kedekatan sebagai pasangan pun bukan jaminan kerjasama bisa adem ayem.
Menurut psikiater Jiemi Ardian, yang paling penting dalam membangun bisnis bersama adalah ketrampilan berkonflik.
Ketrampilan berkonflik, lanjut dia, merupakan kemampuan dua orang atau lebih untuk menyadari ego masing-masing, mengenal batasan diri demi mencapai tujuan yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan sama atau kalau orang bilang visi misi, ini adalah jadi dasar, common ground. Seandainya kita mulai berkonflik, kalau enggak ada common ground yang ada kita cari siapa yang salah. Proses komunikasi seperti ini ujung-ujungnya kesal antara dia yang salah atau saya yang disalahin," jelasnya.
"Kalau ada common ground, kita mencari ini kesalahannya apa sih? Lalu diperbaiki sama-sama."
Umumnya orang mempertimbangkan kepribadian di mana kepribadian yang kurang lebih sama memungkinkan kerjasama yang lebih mudah. Namun Jiemi melihat, unsur kepribadian hanya sebagai warna. Jika kepribadian sama, warnanya bisa seragam. Sedangkan jika ada dua atau lebih kepribadian berbeda, akan ada nuansa berbeda.
Sementara itu keberadaan konflik justru bisa mengasah dan menguatkan hubungan. Tidak ada konflik yang negatif, kata Jiemi. Justru yang negatif adalah memandang bahwa konflik itu buruk. Di samping itu, perlu kerendahan hati untuk dievaluasi dan kerendahan hati pula untuk menyebutkan kesalahan orang lain tanpa menuding.
"Konflik yang baik itu ada resolusinya, ada ujungnya. Apa nih yang bisa kita lakukan? Ide siapa yang dipakai? Sedangkan konflik yang buruk itu konflik yang dibiarkan menggantung," imbuhnya.
(els/chs)