Menyudahi Diskriminasi Wisatawan di Bali

Yulia Adiningsih | CNN Indonesia
Minggu, 31 Okt 2021 09:14 WIB
Tempat usaha yang memberi perlakukan berbeda untuk turis berdasarkan penampilannya dikhawatirkan dapat mencoreng citra destinasi wisatanya sendiri.
Ilustrasi wisatawan mancanegara di Bali. (iStockphoto/Space_Cat)

Wahyu mengakui, kalau menjadi pekerja di bidang jasa wisata - seperti staf lobi hotel atau pelayan restoran - memang tidak mudah, karena senyum harus selalu terkembang di depan tamu meski suasana hati berbeda ceritanya.

Entah saat terjadi kesalahan dari diri sendiri atau tamu, seseorang yang bekerja di bidang jasa harus selalu memberikan solusi yang terbaik agar tidak terjadi konflik yang mencoreng nama usaha atau bahkan destinasi wisatanya.

"Walau mengalami kejadian yang pelik, staf atau pelayan tetap tidak boleh gampang menghakimi tamu. Keputusan yang dibuat mereka akan terasah seiring jam terbang melayani tamu," kata Wahyu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ibaratnya, meski tamu marah-marah tak keruan karena hal kecil, kita tetap harus melayani dengan sebaik-baiknya. Lain halnya jika sudah terjadi kekerasan fisik ya, kita pasti meminta bantuan pihak keamanan. Jadi intinya bagaimana kita me-manage situasinya dengan baik," ujarnya.

Wahyu mengatakan, diskriminasi kepada wisatawan lokal atau bahkan rasis kepada wisatawan mancanegara dari ras tertentu tidak boleh dinormalisasi.

Baginya, semua tempat usaha wisata harus menerima semua tamu dari beragam latar belakang yang mau membayar untuk menikmati fasilitas dan layanannya.

Apalagi di saat gerbang pariwisata Bali dibuka lagi, di mana kunjungan wisatawan diharapkan kembali meningkat dan memulihkan perekonomian sektor pelesir yang hampir dua tahun mati suri.

Warga Bali, dikatakan Wahyu, secara keseluruhan punya sikap yang ramah. Dan sikap itu sebenarnya menjadi modal utama dalam pariwisata Bali.

Ada banyak destinasi wisata yang lebih murah atau lebih mewah, tapi banyak wisatawan yang kembali datang ke Bali karena mengaku rindu dengan keramahan warga lokalnya.

Jadi, menurut Wahyu, tempat usaha wisata yang masih membeda-bedakan latar belakang tamu sebaiknya tak perlu buka usaha di Bali, karena hanya akan mencoreng citra pariwisata Pulau Dewata yang sudah lama dikenal akan keramahtamahannya. 

"Hospitality itu kan budaya ya. Kalau menurut saya, hospitality itu it's about people, it's about connection, it's about culture, it's about authenticity," ujar Wahyu.

"Jadi kita melakukan itu sesuai dengan budaya dan tempat kita berada. Gak usah menjadi kebarat-baratan. Be yourself," pungkasnya.

(ard/ard)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER