Israel menjadi salah satu negara di dunia yang pertama memberlakukan penutupan perbatasan internasional, tepatnya pada Maret 2020.
Sebelumnya, negara ini ramai didatangi turis yang datang untuk wisata ziarah, karena beberapa kawasannya menjadi rumah banyak situs keagamaan yang suci bagi umat Muslim, Kristen, dan Yahudi.
Rekor kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 4,6 juta orang diraih pada 2019, meningkat 11 persen pada 2018, menghasilkan pendapatan 23 miliar shekel (sekitar Rp104 triliun), atau 1,5 persen dari PDB Israel, kata kementerian itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Industri pariwisata telah melaju 200 kilometer per jam, dan kami berhenti tiba-tiba karena Covid," kata Direktur Jenderal Kementerian Pariwisata Amir Halevi kepada AFP, Senin.
Seperti yang diperkirakan, bisnis dari kedatangan turis asing telah anjlok sejak itu. Meskipun telah dibuka Senin, target tahun ini diturunkan menjadi 1,5 miliar shekel.
Ezechiel Grinberg, pemandu wisata independen yang berbasis di Yerusalem, mengatakan kepada AFP bahwa dia bertahan hidup dengan subsidi upah minimum pemerintah selama hampir 18 bulan.
"Senang sekali pengunjung telah kembali datang," katanya. Namun dia menyuarakan kekhawatiran, bahwa persyaratan masuk yang memberatkan masih akan menekan pendapatannya.
Nader Zaro, seorang Palestina yang memiliki sebuah kedai kopi di Kota Tua Via Dolorosa (Jalan Kesedihan) - yang dilihat oleh banyak orang sebagai rute yang harus dilalui Yesus menuju penyaliban-Nya - mengatakan dia membutuhkan "jumlah turis normal" untuk kembali membuat dapurnya mengebul.
Israel telah mengizinkan kelompok wisata tertentu di bawah pengaturan khusus, tetapi Zaro menjelaskan kelompok seperti itu tidak membantu pengusaha kecil seperti dia.
"Semua orang seakan ingin menangkap mereka," kata Zaro.
"Ada hiu besar dan hiu kecil... dan hiu besar makan semuanya. Aku ikut dimakan," lanjutnya dengan hiu besar digambarkan sebagai pengusaha besar.
Terlepas dari rekor angka penularan Covid yang tinggi pada akhir Agustus dan September, pemerintah koalisi Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menghindari aturan penguncian wilayah, karena bertaruh bahwa program vaksinasi dapat membendung gelombang yang sebagian disebabkan oleh varian Deltaa.
Pihak berwenang meluncurkan kampanye agresif untuk menyuntik warga dengan suntikan ketiga vaksin Pfizer-BioNTech, yang menurunkan infeksi.
Menyusul data yang tersebar luas bahwa perlindungan Pfizer-BioNTech berkurang enam bulan setelah suntukan terakhir, Israel telah mensyaratkan "masa kedaluwarsa" vaksinasi dalam pembukaan kembali.
Di antara mereka yang mendarat di bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv pada hari Senin adalah orang Amerika Lauren Solsberg, yang mengatakan dia harus mendapatkan booster untuk memenuhi persyaratan masuk.
"Aturan itu diberlakukan di menit terakhir sebelum kami akan berangkat," katanya.