Hukum Puasa Ramadan Bagi Ibu Hamil atau Menyusui

CNN Indonesia
Minggu, 10 Apr 2022 10:30 WIB
Puasa di bulan Ramadan menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam. Namun, bagaimana hukum puasa untuk ibu hamil atau menyusui? (iStockphoto/ Amax Photo)
Jakarta, CNN Indonesia --

Puasa di bulan Ramadan menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam. Selama berpuasa seseorang diwajibkan untuk menahan hawa nafsu, termasuk makan dan minum. Namun, bagaimana hukum puasa untuk ibu hamil atau menyusui?

Ibu hamil dan menyusui membutuhkan nutrisi untuk sang bayi. Ibu hamil harus terus menjaga agar janin sehat, sementara ibu menyusui harus menjaga agar ASI tetap lancar.

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Agama, Isfah Abidal Aziz mengatakan bahwa Islam mengajarkan kasih sayang, dan para ibu hamil atau menyusui pun diberi keringanan berupa boleh tidak berpuasa.

Namun kelak, perlu mengganti utang puasa sesuai jumlah hari di lain waktu.

"Sebenarnya wajib, hanya saja ada keringanan yang diberikan oleh Allah SWT, jika kondisi ibu hamil dan menyusui tidak baik untuk berpuasa, maka dibolehkan tidak berpuasa," kata Isfah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (7/4).

Lebih lanjut, Isfah mengungkapkan, jika ibu hamil atau menyusui yakin dan merasa kuat berpuasa, maka dia diperbolehkan menjalankan puasa.

"Si ibu harus yakin bahwa puasa yang dijalani tidak akan membahayakan dirinya maupun janin yang ada di kandungannya," ujarnya.

"Akan menjadi dosa jika ibu hamil atau menyusui yang sebenarnya sehat dan mampu malah tidak menjalankan puasa ramadan," tambah Isfah.

Sementara itu, jika kondisi ibu hamil atau menyusui sedang tidak sehat, di mana kalau berpuasa akan berdampak pada kesehatan diri dan janinnya, maka puasa yang ia jalani hukumnya makruh.

"Ibu hamil disarankan untuk tidak berpuasa, berarti dia memiliki udzur syar'i untuk tidak berpuasa. Sehingga dia tidak berdosa jika tidak berpuasa, dan ini juga sesuai dengan pendapat empat mazhab sekaligus yakni Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafiiyyah, dan Hanabilah," katanya.

Untuk diketahui, udzur syar'i merupakan halangan sesuai dengan kaidah syariat islam yang menyebabkan seorang mukallaf, boleh tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban tersebut di kemudian hari.

"Hukum tidak berpuasa bagi mereka adalah afdhol (re: lebih baik), dan menjadi makruh baginya jika berpuasa. Sedangkan jika puasanya sampai membahayakan dirinya atau janin atau bayinya, maka wajib baginya tidak berpuasa dan haram berpuasa," papar Isfah.

Sebelumnya, pada 2019 lalu, KH Ahmad Ishomuddin mengatakan, dalam mazhab Imam Syafi'i dinyatakan bahwa orang yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan buah hatinya memiliki dua kewajiban.

Pertama adalah mengganti puasa sesuai jumlah hari di lain waktu. Kedua, mengganti puasa dan membayar fidiah.

Fidiah adalah sejumlah makanan yang harus diberikan kepada orang yang membutuhkan. Jumlahnya sebanyak 1 mud atau 6,75 ons. "Atau bisa kita genapkan menjadi 7 ons yang dibayarkan sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkan," kata dia.

Namun, apabila ibu hamil dan menyusui meninggalkan puasa karena mengkhawatirkan dirinya dan anaknya, maka mereka hanya wajib untuk mengganti puasa di lain waktu sesuai jumlah hari tanpa perlu membayar fidiah.

(tst/agn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK