Pada dasarnya, cacar monyet termasuk dalam kategori zoonosis, atau penyakit yang ditularkan dari hewan.
Hotez mengatakan, virus Monkeypox umumnya berpindah dari hewan pengerat di Republik Demokratik Kongo, Nigeria, dan Afrika Barat.
"Jika Anda melihat beberapa ancaman penyakit menular, baik itu Ebola, Nipah, atau cacar monyet, itu adalah penyakit zoonosis," jelas Hotez.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa hewan yang diduga bisa membawa virus tersebut di antaranya adalah monyet, babi, trenggiling, dan jenis hewan pengerat lainnya.
Hewan yang terinfeksi akan sangat mudah menularkan penyakitnya ke hewan atau manusia. Hal inilah yang terjadi pada wabah cacar monyet pertama di Afrika.
Hingga saat ini, angka kematian akibat cacar monyet tak diketahui dengan pasti. Namun, para ahli memastikan ada beberapa kelompok orang yang berisiko terinfeksi Monkeypox.
Mereka adalah orang dewasa dan anak-anak yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh. Pada ibu hamil, infeksi juga disebut bisa menyebabkan keguguran.
Hingga saat ini, tak ada obat khusus untuk melumpuhkan virus Monkeypox. Namun, beberapa obat antivirus seperti cidofovir, brincidofovir, dan tecovirimat dapat digunakan untuk membantu pemulihan.
Pada awal perjalanannya, penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksin cacar. Amerika Serikat baru-baru ini memesan jutaan dosis vaksin yang akan diproduksi pada 2023 hingga 2024.
Vaksinasi cacar membantu menurunkan risiko penularan cacar monyet sekitar 85 persen. Sayangnya, cakupan vaksinasi cacar di seluruh dunia tengah menurun.
(asr)