Antara Petani Muda, Kopi Pagaralam, dan Julukan 'Kopi Asalan'

CNN Indonesia
Minggu, 05 Jun 2022 06:00 WIB
Istilah 'kopi asalan' cukup dikenal di kalangan petani, penjual, hingga masyarakat umum di Pagaralam. Sebutan lainnya, petik pelangi.
Ilustrasi biji kopi yang telah dipetik oleh petani di Sumatera. (Anadolu Agency/Junaidi Hanafiah)
Jakarta, CNN Indonesia --

Istilah 'kopi asalan' cukup dikenal di kalangan petani, pengepul, tengkulak, eksportir, hingga masyarakat umum di Pagaralam, Sumatera Selatan.

Sebutan itu melekat karena metode pemetikan biji kopi yang dilakukan secara serentak alias tak pandang bulu: mulai dari biji yang masih berwarna hijau, kuning, merah muda, hingga merah. Cara itu lazim pula disebut dengan nama 'petik pelangi'.

Seperti dikutip dari Antara, Sabtu (4/6), metode petik pelangi itu sudah berlangsung sejak lama. Penyebabnya diduga karena beberapa faktor antara lain minimnya pengetahuan petani mengenai pascapanen, adanya keinginan terselubung dari buyers (pembeli) agar harga kopi mahal, dan faktor keamanan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di beberapa lokasi Pagaralam didapati fakta petani terpaksa memetik biji kopi secara serentak lantaran khawatir dicuri, adanya keinginan untuk menghemat ongkos produksi, dan ingin lebih cepat mendapat uang tunai.

Namun, belakangan ini petani setempat mulai menyadari bahwa metode kopi asalan ini tak bisa lagi dipertahankan, terutama dari kalangan petani kopi muda.

Petani kopi muda itu adalah mereka yang merupakan generasi ketiga dan keempat dari petani kopi setempat. Mereka menerapkan pemikiran dan konsep-konsep baru dalam pertanian dan pengolahan kopi.

Salah satunya, Kristian Tri Purnomo (38), yang mengatakan sejak dua tahun terakhir sudah banyak petani di daerahnya yang melakukan petik merah untuk memenuhi permintaan buyers yang mencari kopi premium.

Ia menuturkan saat ini sejumlah pembeli 'turun' ke Pagaralam untuk mendapatkan biji kopi (green bean) berkualitas dengan menawarkan harga Rp34.000 per kilogram. Sementara untuk kopi asalan di pasaran hanya dipatok Rp19.000 per kilogram.

Lantaran harga yang tinggi membuat petani pun tertarik, termasuk Kristian--selaku petani kopi pagar alam-- sejak dua tahun terakhir sudah menerapkan petik merah.

Salah seorang eksportir kopi, Rudi Mickhael mengatakan saat ini kopi asalan yang relatif sudah disortir atau grade C dihargai Rp23.000 per kilogram. Sementara untuk kopi asalan yang tidak disortir tetap di kisaran Rp19.000 per kilogram.

"Kami (eksportir) terpaksa membeli kopi asalan yang sudah disortir ini untuk memenuhi volume minimal ekspor. Karena produksi premium masih terbatas di Pagaralam. Jadi terpaksa kami turun langsung memperbaiki produk," kata dia.

Ia tak menyangkal, masuknya para petani kopi muda dengan paradigma baru telah berangsur-angsur mengubah pola pengelolaan pertanian kopi di daerah tersebut.

Misalnya, dia mencontohkan ada konsep desa wisata dengan membangun Desa Wisata dan Sekolah Kopi di kaki Gunung Dempo hingga mendekatkan sisi hulu dan hilir untuk memotong jalur bisnis klasik.

Selain itu, sejauh ini kopi dari Pagaralam pun semakin diminati pasar internasional dari Asia hingga Eropa sejak setahun terakhir.

Kopi Pagaralam menjadi buruan sejak mendapatkan pengakuan internasional pada kontes kopi dunia AVPA (Agency for the Valorization of the Agricultural Products) Gourmet Product pada 2020 silam di Paris, Prancis.

Strong Bitter yang Unik dari Kopi Pagaralam

Kopi Pagaralam yang berjenis robusta dinilai memiliki cita rasa yang unggul berupa 'strong bitter'. Rasa pahit yang unik ini didapatkan Kopi Pagaralam karena lokasi penanaman di ketinggian 1.000-1.4000 mdpl, yang berdampingan dengan jenis tanaman lain yakni cengkih, kayu manis, dan petai.

Sebagai informasi, tanaman kopi itu menyerap saripati tanaman yang ada di sekitarnya.

Ketua Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) Cabang Pagaralam Nisdiarti mengatakan keinginan untuk mengangkat Kopi Pagaralam ini sebenarnya sejak lama didengungkan petani setempat. Namun, sambungnya, selama ini terhambat oleh metode pertanian yang masih tradisional dan pola petik pelangi yang mengaburkan ciri khas kopi daerah tersebut.

Kini dengan lahirnya para petani muda dengan pemikiran dan metode pengolahan kopi yang baru, yang mampu menghasilkan produk premium untuk memenuhi pasar internasional telah membawa optimisme baru. Ia meyakini Kopi Pagaralam layak mendapat tempat yang lebih baik, dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

Sehingga akhirnya, harapnya, Kopi Pagaralam tak lagi dikenal 'asalan'.

(antara/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER