Dari warung makan, kami mengayuh lagi untuk kembali ke hotel. Towil berkata total jarak tempuh perjalanan kami tadi sekitar 10 km. Sungguh pencapaian luar biasa.
Akan tetapi, perjalanan belum usai. Saya rasa kunjungan ke Kulon Progo belum sah kalau belum ke Kalibiru. Untuk menambah keseruan perjalanan, saya menyewa mobil jip wisata dari komunitas Jeep Wisata Glagah (Jewiga).
Yuli Santoso jadi pengemudi sekaligus pemilik jip klasik yang membawa saya siang itu ke Kalibiru. Desain jip tidak memiliki kaca depan atau kap penutup bagian atas. Saya pun wajib mengenakan helm pengaman selama perjalanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sekitar pukul 11.00 WIB kami beranjak. Perjalanan ke Kalibiru dengan jip memberikan sensasi berbeda. Selain berkendara dengan 'AC alami', ada sensasi 'deg-deg-ser' tiap kali melintasi tanjakan curam. Namun, kendaraan 4-wheel-drive ini melaluinya dengan mudah.
Perjalanan memakan waktu hampir dua jam. Selama ini pula, saya melintasi tiga desa sambil disuguhi pemandangan indah. Saya tak berhenti berdecak kagum saat melintasi pinggir Waduk Sermo.
"Nah kita nanti bakal ke atasnya waduk," ujar Yuli menjelaskan letak Kalibiru.
Dari atas, kabut tipis menyelimuti sebagian pegunungan dan bukit-bukit. Namun. saya masih bisa menemukan Waduk Sermo.
Untuk pemandangan lebih jelas, saya memberanikan diri untuk memanjat pohon, spot favorit wisata Kalibiru.
Saya dibantu petugas mengenakan tali pengaman. Sembari merapal doa, saya merangkak di tangga kayu. Di seberang, petugas lain siap mengambil gambar. Saya baru paham, rupanya foto-foto Kalibiru yang beredar di media sosial diambil di spot ini.
Begitu selesai, foto hasil jepretan bisa langsung dipindahkan ke ponsel.
Setelah menikmati lanskap Kulon Progo dari ketinggian, saya melanjutkan petualangan ke Pantai Glagah. Kami beranjak sekitar pukul 15.00 WIB
Apalah artinya mengendarai jip tanpa melintasi jalan-jalan 'tak biasa'? Jewiga memiliki paket wisata Pantai Glagah dengan 'bumbu' off-road.
Selama perjalanan, tangan saya tak lepas dari pegangan besi di dashboard. Barangkali Yuli nyaris sakit telinga karena saya selalu berteriak tiap kali kami berusaha melintasi gundukan tinggi.
Hari semakin gelap, tetapi perjalanan belum selesai.
![]() |
Saya sempat dibuat takut saat melintasi air. Sepertinya ini mirip area pinggir rawa atau laguna. Yuli memacu kendaraan tanpa ragu, sedangkan saya sudah ketakutan setengah mati. Saya khawatir kalau-kalau ban mobil tidak menapak permukaan yang cukup stabil.
Jipp sempat berhenti di satu titik dalam kondisi miring dan ban terendam air. Yuli tetap tenang. Saya semakin takut karena tidak bisa berenang kalau terjadi kemungkinan terburuk. Untungnya, kondisi ini tak berlangsung lama.
"Udah, habis ini udah enggak ada kok [yang melewati air]," kata Yuli menenangkan.
Ingin merasakan keseruan ini? Anda cukup merogoh kocek sebesar Rp750 ribu per jip untuk long trip (Kalibiru-Pantai Glagah). Sementara short trip dikenakan biaya Rp200 ribu per jip, kemudian Rp350 ribu untuk short trip lengkap dengan jalur off-road.
Saya mengakhiri petualangan di Laguna Pantai Glagah. Laguna menjadi pembeda Pantai Glagah dengan pantai-pantai lain di kawasan Yogyakarta.
Laguna terbentuk dari air asin yang terpisah akibat pemasangan pemecah ombak.
Kontras dengan debur ombak pantai selatan, air di laguna begitu tenang. Di tepi laguna, terdapat warung-warung makan dengan sajian menu lokal.
Suasana romantis di laguna tidak kalah dengan makan malam di restoran mewah. Di sini, kemewahannya berupa semilir angin, pemandangan kapal-kapal boat, dan temaram lampu. Saya cukup beruntung karena pada 15 Juni 2022 malam, bulan tampak bulat penuh dan bercahaya.
Pengalaman di atas hanya secuil kekayaan Kulon Progo yang saya cicipi pertengahan Juni lalu. Masih ada banyak yang ditawarkan oleh Kulon Progo.
(els/asr)