Rupanya jatuh cinta mampu membawa sensasi aneh di perut. Sensasi itu biasa dikenal dengan istilah 'kupu-kupu di perut'.
Pada dasarnya, tentu tak ada seekor pun kupu-kupu di dalam perut. Istilah itu merujuk pada sensasi yang timbul berkat reaksi komponen kimia tubuh.
Helen Fisher, antropolog biologi sekaligus pakar hubungan romantis, mengatakan bahwa sensasi kupu-kupu di perut bisa disebabkan oleh peningkatan kadar zat norepinefrin pada seluruh sistem saraf pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Norepinefrin berfungsi baik sebagai hormon maupun neurotransmitter (molekul penghantar pesan antar sel saraf). Zat ini dilepaskan sebagai respons terhadap stres dan ketertarikan. Oleh karenanya, sensasi kupu-kupu di perut ini juga muncul saat merasa cemas, takut, atau merasakan adanya bahaya.
Saat norepinefrin aktif, timbul sensasi fisik lain seperti detak jantung meningkat, merasa lebih waspada, dan energik, hingga kehilangan nafsu makan.
Di samping itu, jangan lupakan peran dopamin, hormon yang berkaitan erat dengan norepinefrin. Dopamin membuat Anda merasa bahagia dan termotivasi.
Hormon ini dilepaskan saat Anda melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti menghabiskan waktu dengan pasangan.
"[Secara umum kedua zat ini] menghasilkan banyak reaksi fisik, di antaranya 'kupu-kupu', mulut kering, lutut lemah, gagap, dan respons lainnya," jelas Fisher, seperti dikutip dari Shape.
Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh para ahli dari Loyola University Health System. Mereka menyebut, jatuh cinta mampu melibatkan tiga jenis zat kimia tubuh, yakni dopamin, adrenalin, dan norepinefrin.
Dopamin menciptakan rasa euforia, sedangkan adrenalin dan norepinefrin bertanggung jawab akan peningkatan degup jantung, kegelisahan, dan keseluruhan sensasi pengalaman cinta.
Dari hasil pemindaian MRI, cinta mampu menerangi pusat kesenangan otak. Saat jatuh cinta, aliran darah meningkat di area pusat kesenangan. Area ini menjadi area yang sama dengan bagian otak untuk perilaku obsesif-kompulsif.
"Ini mungkin menjelaskan mengapa kita berkonsentrasi lebih banyak pada pasangan daripada hal lain di selama tahap awal hubungan," kata Mary Lynn, salah satu direktur Loyola Sexual Wellness Clinic, seperti dikutip dari Science Daily.
(els/asr)