Tentunya, mereka akan mencari rujukan dan referensi agar bisa menemukan jati diri tersebut. Sayangnya, kata Devie, rujukan itu banyak bertebaran di ranah digital yang tanpa filter dan bisa diakses siapa saja.
Ruang digital yang bagai supermarket budaya itu menawarkan berbagai menu budaya, salah satunya metro atau kota. Secara tidak langsung, pola pikir anak-anak ini kemudian terpapar hingga berkiblat pada metro sentrik yang harus terlihat seperti 'anak kota'.
"Makanya, ketika di ruang nyata selepas pandemi mereka ingin memperlihatkan apa yang selama ini ada di benak mereka, sekaligus mengaktualisasikan diri, pindahlah mereka ke Sudirman," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada yang salah dengan ekspresi. Menurut Devie, adalah hak mereka untuk menampilkan apa yang mereka inginkan. Hak mereka juga untuk berkumpul di Sudirman, mengingat sekali lagi, itu adalah ruang publik.
"Bukan berarti di Citayam atau Bojong Gede tidak ada. Bukan. Ada, tapi sekali lagi, persona metropolitan dan kota yang ditampilkan indah ini yang membuat siapa pun ingin berada di kota untuk menjadi bagian dari itu," kata dia.
Pencarian jati diri, ingin terlihat oleh dunia bisa jadi alasan mengapa anak-anak ini memilih berkumpul di Sudirman, salah satu titik di Jakarta yang memang dianggap sentral dan kerap jadi sorotan.
Terlepas dari pencarian jati diri, kewaspadaan tetap harus dilakukan. Para remaja ini, menurut Devie, adalah gambaran masa depan Indonesia. Tak salah mereka bersenang-senang, adu outfit di kawasan Sudirman, tapi tetap harus sesuai dengan usia dan budaya yang berlaku di Indonesia.
Sebab, tak sedikit mereka juga mengadopsi gaya hidup bebas yang ditampilkan di media sosial. Mereka ingin terlihat lebih dewasa dari usia sebenarnya dan melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan di usia tersebut.
"Maka sebaiknya ini jadi referensi untuk orang dewasa, institusi sosial mendampingi mereka. Kita harus pastikan apa yang mereka lakukan di lorong yang benar, bukan semua hal bisa diadopsi dari ranah digital," katanya.
Dan benar, tidak ada yang salah dengan cara anak Citayam berkumpul di Sudirman. Mereka ingin mengaktualisasi diri melalui outfit dan gaya yang bagi mereka keren dan luar biasa.
Tidak ada yang salah juga dengan cara pandang orang lain melihat mereka. Karena setiap orang tentu punya referensi, paradigma bahkan cara melihat sesuatu dengan berbeda.
Citayam Fashion Week di Sudirman adalah fenomena baru, bisa jadi hal yang baik bisa jadi hal yang buruk. Itu semua tergantung pada bagaimana Anda melihat.
(asr)