Bergeser beberapa puluh meter dari kediaman Bung Hatta, pengunjung bisa bersilaturahim ke rumah bekas pengasingan Bung Sjahrir. Lokasinya berada di Jalan Gereja Tua, Kelurahan Nusantara.
Rumah ini dibangun di atas lahan sekitar 314 meter persegi. Di rumah ini, pengunjung, dengan hanya merogoh kocek Rp20 ribu (seperti tiket masuk rumah bung Hatta), dapat melihat banyak peninggalan bertahun-tahun milik Sutan Sjahrir.
![]() |
Rumah Pengasingan Sutan Sjahrir bergaya Indis yang merupakan perpaduan antara arsitektur kolonial dan tropis. Bangunan bergaya Eropa dengan enam doria di teras depan. Terakota mempercantik fasad bangunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bangunan ini terdiri dari bangunan utama dan bangunan di belakang. Pada bangunan utama terdapat lima ruangan dan dua teras, di depan dan di belakang. Bangunan di belakang ditempati oleh warga sekitar, sekaligus merawat peninggalan bersejarah ini. Sebelum digunakan sebagai rumah pengasingan, rumah ini dulu milik seorang pemilik perkebunan pala yang sudah tidak ditinggali lagi dan kemudian disewa untuk tempat tinggal Sjahrlr selama pengasingan di Banda Naira.
Memasuki area bangunan utama, terdapat sebuah ruang tamu besar yang diapit kamar tidur serta ruang kerja. Berdiri sebuah gramofon kuno lengkap dengan piringan hitam berlabel "Daphnis dan Chloe Suite Symphonique" yang diproduksi oleh Columbia. Pada bangunan utama ini, tiga ruangan bagian depan lebih banyak digunakan sebagai museum yang memamerkan koleksi foto-foto tentang Bung Sjahrir milik Des Alwi.
Selain penggemar musik-musik klasik, Sjahrir dikenal sebagai sosok yang kerap berkumpul dengan anak-anak muda saat diasingkan di Banda. Hal ini berbanding terbalik dengan Hatta yang kerap menulis dan melahirkan gagasan melalui tulisannya.
Cerita tentang sepak terjang Sjahrir juga diungkapkan Sejarawan Banda, Muhammad Farid.
Dalam salah satu risetnya, Farid menyebut sejak dulu anak-anak muda punya banyak klub sepak bola antar-kampung. Ada klub bernama Prins Hendrik, Klub Koningin Juliana, Klub Belgica, dan masih banyak lainnya.
Farid menyebut Setiap kali ada pertandingan selalu ada bentrok antar-pemuda, diawali dengan sindir-menyindir, lalu berjalan berkelompok-kelompok, dan ujungnya perang antar-geng.
Kondisi demikian yang konon membuat Sjahrir resah. Melalui acara kegiatan kumpul pemuda, Sjahjrir mengusulkan gagasan untuk mempersatukan pemuda-pemuda itu dengan tujuan membuat akrab anak-anak muda Banda antar-kampung.
Dengan segala dinamika, kala itu terbentuklah organisasi yang bernama Persatuan Banda Muda atau yang disingkat Perbamu. Dari situ, Perbamu banyak memainkan peran dalam kegiatan sosial dan kebangsaan dari Banda Neira.
![]() |