Sepotong Nostalgia dari Keringat Para Pemburu Baju Bekas

CNN Indonesia
Minggu, 09 Okt 2022 14:32 WIB
Tren berbelanja baju bekas telah eksis sejak dulu. Tapi, berbelanja baju bekas dulu tak sama seperti sekarang.
Ilustrasi. Berbelanja baju bekas sekarang tak sama seperti dulu. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Sama seperti Sada, Rima juga menghabiskan masa belianya dengan berbelanja baju bekas di Pasar Gedebage. Vest atau rompi adalah salah satu item favoritnya.

"Dulu hobi banget pakai vest, biar terkesan old school," kata Rima, Rabu (5/10).

Striped t-shirt, rompi, dan celana berbahan corduroy berwarna-warni jadi tampilan andalan Rima semasa kuliah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dapat barang-barang kayak gitu yang murah, ya, di pasar loak," katanya.

Apalagi dulu, lanjut Rima, platform e-commerce belum banyak bermunculan seperti saat ini. Media sosial yang ada saat itu juga belum banyak digunakan sebagai medium berjualan. Belanja langsung ke pasar jadi satu-satunya pilihan.

Namun memang, Rima mengakui, seiring berjalannya waktu, harga baju bekas di pasar kian melambung. Ia menduga, salah satu pasalnya adalah penjual yang sudah mulai mengerti tren.

Rima mencontohkan saat kemeja berbahan flanel motif kotak-kotak tengah naik daun. Sebelum ngetren, Rima masih bisa mendapatkan kemeja flanel seharga Rp15 ribu.

"Tapi, pas makin ngetren, kok, harganya naik. Kaget," ujar Rima. Dalam waktu sekitar satu tahun, tiba-tiba saja Rima mendapati kemeja flanel di pasar yang dipatok harga Rp40-50 ribu.

Apalagi sekarang, saat muda-mudi mulai mengenal istilah 'thrifting', harga jelas semakin melambung. Beberapa baju bekas juga kini tak lagi hanya dijual di pasar, tapi juga di berbagai festival, toko offline yang lebih fancy, dan platform e-commerce.

Belanja baju bekas, dulu dan sekarang

ilustrasi ThriftingIlustrasi. Dulu, berbelanja baju bekas tak ada embel-embel ini dan itu. (istockphoto/kali9)

Munculnya istilah thrifting dan ramainya isu soal limbah tekstil bikin pamor baju bekas kian melambung. Tapi, belanja baju bekas di zaman kiwari dirasa berbeda dengan dulu.

Dulu, belanja baju bekas tak pakai embel-embel ini dan itu. Tak ada juga istilah thrifting, thrift shop, atau preloved.

"Belanja baju bekas, ya, baju bekas aja. Belanjanya di pasar," kata Sada.

Alasannya juga sederhana, karena harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan baju baru. Sada juga tak peduli dengan label baju yang dibeli.

"Merek kayaknya enggak jadi pertimbangan. Yang penting murah, fungsional, dan bagus," tambah Sada.

Sementara sekarang, Sada melihat, merek tampaknya jadi pertimbangan para pemburu baju bekas. Barang bekas tapi orisinal dirasa lebih baik dibandingkan barang palsu.

Tak ada pula iming-iming berkontribusi untuk mengurangi limbah tekstil. Sada menduga, isu mengenai limbah tekstil waktu itu tak semasif saat ini. Alhasil, kesadaran pun belum terbentuk.

"Dulu, beli baju bekas, karena murah aja intinya. Tapi kalau sekarang orang udah mikirin konsep gaya hidup berkelanjutan, bagus sih," ujar Sada.

Tak cuma itu, kini penjual baju bekas juga punya wadah yang lebih besar dari sekadar pasar loak. Baju bekas muncul di berbagai gelaran thrift festival dan toko online.

Di thrift festival, pembeli bisa berbelanja lebih nyaman, dihibur dengan penampilan band-band yang tengah naik daun. Barang-barang yang dijual juga secara khusus telah dikurasi oleh para penjual. Barang bagus jadi jaminan, tak perlu takut cacat.

"Sekarang nyari baju bekas, jujur aja, kayaknya lebih gampang ya," kata Rima.

Meski memang, harga yang ditawarkan agak jauh lebih mahal daripada harga di pasar.

Tak jadi masalah. Toh, menurut Rima, ada harga yang harus dibayar untuk mereka yang mau bercucuran keringat di pasar untuk mencari baju yang paling bagus.

"Kayaknya, apa yang saya lakukan dulu, keringetan ngubek-ngubek pasar milih baju terus nyuci sampai bersih, dilakukan sama para penjual sekarang. Ya, itung-itung bayar tenaga. Sekarang, pembeli tinggal beli barang yang udah pasti oke di thrift shop," ujar Rima.

Tak ada yang salah sebenarnya. Toh, namanya juga perkembangan, hampir pasti akan menyebabkan adanya perubahan dan kemudahan.

Hanya saja, Sada dan Rima sepakat, tak ada yang bisa mengalahkan sensasi rasa puas yang muncul saat keluar dari pasar loak. Menenteng keresek berisi baju bekas yang lusuh sambil mengelap keringat yang membasahi dahi.

(asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER