Mia, misalnya, yang selalu menunggu beberapa hari sebelum akhirnya membawa anak ke faskes. Alasannya adalah mengurangi mobilitas ke faskes di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
"Biasanya bawa ke dokter atau faskes kalau dirasa memang tidak ada perubahan dan ada indikasi anak lemas atau enggak mau masuk cairan atau apa pun," ujar Mia.
Sementara menunggu, Mia biasanya menjadikan obat-obatan sirop itu sebagai pertolongan pertama saat anak sakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, Mia memiliki buah hati yang baru berusia 17 bulan. Obat selain sirop atau yang tidak berbentuk cair tentu tak bisa jadi pilihan pertolongan pertama.
Berbeda dengan Yasmina dan Mia yang kebingungan, Astrie (34) justru menanggapinya dengan santai.
"Soalnya saya, tuh, jenis orang tua yang biarin aja dulu tubuh anak bertarung dengan virus. Soalnya demam, kan, sebenarnya cara tubuh lagi berjuang melawan virus," ujar Astrie.
Alih-alih percaya pada obat-obatan kimia, Astrie percaya bahwa sistem kekebalan tubuh anak bisa mengobati dirinya sendiri.
"Saya juga lebih pro pengobatan tradisional, sih. Karena sudah trial and error, ya, di usia anak menuju empat tahun ini," tambahnya.
Maklum, sang buah hati tampaknya sudah 'teruji' di masa pandemi Covid-19 ini. Saat orang tuanya sempat drop karena Covid-19, si buah hati justru tetap terlihat sehat. "Alhamdulillah, udah lulus 'sensor'," katanya bergurau.
Astrie sendiri mengaku jarang memberikan obat-obatan pada anak, kecuali jika kondisinya memang sudah membutuhkan.
Bagi Astrie, yang paling penting adalah membikin si buah hati bahagia meski sedang sakit. Tak lupa juga untuk memenuhi segala kebutuhan nutrisi anak.
"Asal amunisinya terpenuhi, gerak, dan makanan sama vitaminnya aja, itu cukup, sih," kata Astrie.
(asr)