Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep bersama Erina Sofia Gudono melakoni upacara adat panggih pengantin usai resmi menikah secara agama di Pendopo Ambarrukmo, Depok, Sleman, Sabtu (10/12).
Terdapat serangkaian ritual yang dijalani oleh Kaesang dan Erina selama prosesi ini, di mana masing-masing memiliki maknanya tersendiri.
Wigung Wratsangka, Owner Pengantin Production selaku wedding organizer pernikahan Kaesang-Erina mengatakan, panggih pengantin sendiri melambangkan pertemuan awal antara pengantin wanita dengan pengantin pria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upacara panggih pengantin Kaesang-Erina memakai tradisi Yogyakarta, dengan Keraton Yogyakarta sebagai referensinya. Namun, kata Wigung, dalam pelaksanaannya tentu ada perbedaan lantaran penyelenggaranya adalah masyarakat umum.
Berikut rangkaian upacara panggih yang dilakoni Kesang-Erina, lengkap bersama maknanya.
Upacara diawali dengan penyerahan pisang sanggan sebagai simbol permohonan agar kedua mempelai dipertemukan. Mengacu ke tradisi keraton, maka sanggan diberikan oleh pihak perempuan.
"Kalau kita mengacu pada keraton maka sepenuhnya wewenang menjalankan upacara panggih itu ada di pihak putri. Oleh karena itu, Pak Jokowi juga berada dalam posisi tamu dan [kemudian] berada di sebelah kiri pengantin," kata Wigung.
Setelahnya, ada kembar mayang atau dua rangkaian janur dan bunga yang jadi penanda melepas masa lajang. Dua buah kembar mayang ini kemudian dibawa dua wanita sambil memandu sang mempelai perempuan menuju pelaminan.
Prosesi dilanjutkan dengan tahapan di mana Kaesang dan Erina saling melempar gantal. Tahap ini dinamakan balangan gantal atau daun sirih berisi bunga pinang, kapur sirih, gambir, dan tembakau yang diikat dengan menggunakan benang putih. Pengantin laki-laki membawa empat gantal dan perempuan tiga gantal.
"Tujuh jumlahnya. Tiga sebagai lambang ilmu, amal, dan iman. Manten putra ditambah satu [karena] dia punya kedudukan sebagai imam. Manten putra yang mengawali, putra yang mengakhiri," papar Wigung.
![]() |
Selanjutnya, Erina membasuh kaki Kaesang dalam prosesi ranupada sebagai simbol pengakuan suami selaku pemimpin keluarga.
Air di sini secara filosofis merupakan lambang kehidupan sekaligus ilmu pengetahuan. Kemudian wiji dadi atau memecah tiga telur menyimbolkan agar kedua mempelai lekas diberi penyambung sejarah atau keturunan.
"Lahir, jodoh, dan mati adalah kuasa Tuhan dan manusianya hanya sekedar menjalani," ujar Wigung.
Erina lalu berjalan mengitar searah jarum jam bak ritual pradaksina sebelum ia dan Kaesang menuju ke pelaminan.
Selanjutnya prosesi diteruskan dengan tahap bubah kawah atau ngunjuk rujak degan atau minum air kelapa muda yang menandai mantu pertama.
Dalam Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Giring merelakan air kelapa muda bertuah kepada Ki Ageng Pemanahan yang kemudian menurunkan raja-raja Jawa, termasuk Sutawijaya alias Panembahan Senopati.
"Harapannya adalah agar pernikahan ini menurunkan anak-anak keturunan yang memiliki kelebihan. Diberikan kelebihan yang baik oleh Tuhan," kata Wigung.
Simak rangkaian upacara panggih yang dilakoni Kaesang-Erina selengkapnya di halaman berikutnya..