Prestasi Ira yang menjulang pun berbuah menjadi potongan biaya sekolah yang sangat besar saat ia duduk di bangku SMA. Ia kemudian mengikuti berbagai perlombaan akademik. Ternyata perlombaan tersebut justru mengantarnya menuju kesuksesan.
Anak 15 tahun sudah menjadi tulang punggung keluarga, bagaimana ia menghadapinya? Ira mengatakan bahwa ia cukup menjalankan kesehariannya tanpa mengeluh dan overthinking.
"Aku enggak banyak meratapi nasib. Enggak ada waktu lagi buat nangis. Tanggung jawabnya udah cukup besar," tutur Ira.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu aku enggak merasakan capeknya, karena mungkin dalam kondisi yang sulit aku cuma memikirkan bagaimana caranya ini bisa segera selesai. Jadi, ya satu-satu aku jalani."
Ira mengaku demi bisa masuk ke perguruan tinggi impiannya, ia memanfaatkan waktu luangnya selama menjadi SPG dengan mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi tersebut.
"Aku belajar itu sendiri, aku enggak pernah ikut bimbel (bimbingan belajar). Aku hanya berbekal belajar dari buku saku warna kuning yang bertulis 'Kalau baca buku ini dijamin masuk UI'. Nah, buku itu aku baca kalau pembeli distallchicken nuggetlagi enggak ramai atau sewaktu nunggu goreng nuggetnya sampai matang," katanya.
Ira pun lolos seleksi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia melalui jalur SIMAK UI. Sebelumnya, Ira pernah mendapat penghargaan Best Speaker dalam lomba debat di FH UI. Pencapaian inilah yang melatarbelakangi pemilihan jurusan saat kuliah. Tak hanya itu, Ira juga bercita-cita menyelesaikan isu-isu ketidakadilan struktural sehingga keputusannya memilih Fakultas Hukum semakin bulat.
Semuanya ia capai dengan tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagai tulang punggung keluarga.
"Menurut aku pendidikan tinggi itu memang sangat penting, mempertemukan aku dengan banyak orang, uangnya terkumpul dan aku pun bisa buat adikku lanjut kuliah."
Demi mengakses pendidikan yang lebih tinggi, Ira pun tertantang untuk mencoba kesempatan kuliah di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia, Stanford University. Di tengah rasa penasarannya untuk mencoba, terlintas di benak Ira bahwa ia memiliki lebih banyak prioritas yang harus diselesaikannya di rumah.
Ira mengaku ingin mengembalikan kondisi ekonomi keluarganya agar bisa lebih baik, mengurus keluarganya dan membelikan mereka rumah terlebih dahulu.
"Hal yang aku pingin wujudkan pertama adalah bagaimana aku mengangkat derajat keluargaku dulu, karena mereka tuh hidupnya capek. Kami lama banget hidup susah," ucapnya.
Sampai pada akhirnya, Ira memberanikan diri untuk mencoba melanjutkan pendidikannya ke Stanford University melalui jalur LPDP. Ini adalah pertama kalinya dia mendaftar beasiswa ini dan langsung dinyatakan lolos. Ia dinyatakan lolos menjadi mahasiswi jurusan International Comparative Education and International Education Policy Analysis.
Membanggakan, jurusan tersebut hanya menerima 20 orang per angkatan dari seluruh dunia. Ira adalah mahasiswi Indonesia pertama yang diterima di jurusan tersebut.
"Aku apply dan aku siapin yang terbaik buat masuk program itu. Tapi aku benar-benar punya nol ekspektasi untuk keterima. It's like a whole new level. Enggak kebayang sama sekali," kata Ira.
Oleh karena itu, ia berpesan bahwa pendidikan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mengubah nasib. Selama seseorang menjalankan kesulitannya dengan ikhlas dan percaya bahwa jalan pendidikan itu masih bisa ditapaki, itu akan memberikan mereka secercah harapan.
"Pendidikan tuh sangat membantu aku dalam menjalani karier aku. Dari dulu aku tahu kalau aku enggak pintar, nanti enggak ada yang kasih aku beasiswa. Jadi aku selalu mau jadi juara 1," tuturnya.
(chs)