SUDUT CERITA

Ayah, Superman itu Juga Manusia

tim | CNN Indonesia
Jumat, 12 Nov 2021 18:37 WIB
Ini ceritaku dan ayahku yang didiagnosis terkena stroke.
Ini ceritaku dan ayahku yang didiagnosis terkena stroke.(Foto: Diolah dari iStock)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ini ceritaku dan ayahku.

Apa yang kamu bayangkan ketika duniamu berubah 180 derajat dalam hitungan jam?

Duniamu yang sebelumnya baik-baik saja dalam satu malam tiba-tiba berubah menjadi malam yang tak kunjung terang. Hari-hari berlari cepat namun rasanya langkahmu tetap diam di tempat. Tak bisa berbuat apa-apa selain penyesalan dan amarah yang tersisa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Waktu itu, hari Sabtu, semuanya tampak baik-baik saja, beliau pun tengah asik menyapu halaman rumah yang rimbun dan penuh daun berguguran. Tiba-tiba, beliau terhenti sejenak, tangannya kaku, terkulai lemas tak bertenaga, katanya. Mungkin karena lapar, batinnya.

Tak berapa lama, ayah bergegas ke meja makan dan menyuap sepiring bubur yang sudah dibeli ibu untuk sarapan.

Sayangnya, itu bukan karena lapar. Siang hari, ayah mulai merasa tak enak badan. Ibu mengajaknya mengunjungi rumah kakaknya agar kembali bisa tertawa. Namun, hingga matahari tenggelam, saat kembali pulang, raut wajah ayah masih tetap muram.

Ibu memeluknya sembari berkata, "Ayo Pak, Bapak pasti sehat".

Namun, tidak seperti biasanya, ayah mengakhiri hari lebih cepat dan pergi tidur pukul 8 malam. Ini tak seperti Bapak biasanya. 

Saat aku dan adik-adik sudah mulai menutup diri di kamar hendak untuk tidur, ibu mengetuk kamarku. Suaranya terdengar tenang, tapi mukanya tampak cemas.

"Bapak enggak enak badan. Bapak minta ke rumah sakit sekarang," kata Ibu.

Aku kemudian bertanya, "Kenapa? Ke mana?".

Dengan singkat ibu menjawab, "RS Pusat Otak di Cawang".

Pikiranku langsung semrawut dan bertanya-tanya kenapa ke rumah sakit otak, ada apa dengan otak bapak, apa yang diderita bapak selama ini.

"RS-nya dekat dari kantor kamu, jaga-jaga aja bawa pakaian untuk ke kantor besok pagi ya," kata ibu.

Dalam kondisi se-sempit ini, ibuku masih saja memikirkan pekerjaanku. Aku hanya bisa manut dan dengan cepat menarik pakaian pertama yang terlihat di depan mata, memasukkan semuanya ke tas. Dengan pikiran yang berkecamuk tak jelas dan menenteng tas, kami pergi ke rumah sakit. Aku kalut, bingung, tapi aku harus tetap kuat demi orangtuaku. 

Pukul 11 malam, kami menyusuri jalan di kawasan Jakarta Selatan yang sudah sepi. Sebagian jalannya sedang dalam perbaikan dan ada penutupan jalan di sejumlah titik. Mobil kami pun terpaksa harus mengikuti jalur yang sudah ditentukan, hingga kami berhenti di persimpangan terdekat dari rumah sakit. Ada penjaga jalan di sana.

"Pak kami mau ke RS Pusat Otak, tolong beri kami jalan", kataku kepada penjaga jalan itu.

Beliau pun dengan cepat langsung membuka jalan, sehingga mobil kami bisa masuk ke kawasan rumah sakit tanpa harus memutar jauh lagi.

Simak sudut cerita Aku, Ayahku, dan Stroke di halaman berikut ini.

Diagnosis Ayah dan Menerima Kenyataan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER