SUDUT CERITA

Karena Jerawat, Saya Takut Melihat Kaca

CNN Indonesia
Minggu, 12 Sep 2021 13:47 WIB
Mery, 27 tahun menceritakan pengalamannya saat menghadapi jerawat yang meradang di tengah komentar-komentar 'toksik'.
Mery, 27 tahun menceritakan pengalamannya saat menghadapi jerawat yang meradang di tengah komentar yang toksik.(Foto ilustrasi: iStockphoto/RyanKing999)
Jakarta, CNN Indonesia --

"Permasalahan jerawat ini makin mengusik saat saya mulai masuk ke dunia kerja. Saya punya lingkungan kerja yang lumayan toksik," Mery Handayani, 27 Tahun. Kepada CNNIndonesia.com, Mery membagikan ceritanya saat berjerawat dan menghadapi komentar serta lingkungan yang toksik.

Saya mulai punya masalah dengan jerawat menjelang skripsi saat semester 7. Dari SD sampai semester 6, saya tidak pernah berjerawat parah. Kalau pun ada, ya, cuma satu dua, menjelang dan saat menstruasi saja.

Saat skripsi, jerawat makin parah. Beruntusan muncul di pipi kanan dan kiri, gatal sekali. Muncul juga jerawat kecil dengan cairan putih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, saya berpikir mungkin karena pikiran. Mengajukan judul skripsi yang tak tak kunjung diterima. Belum lagi saya dapat dosen pembimbing yang galak. Ini membuat saya stres dan ketakutan tiap kali bimbingan.

Selain itu, kurang tidur juga jadi biang kerok. Setiap revisi, saya selalu berusaha menyelesaikannya di hari itu juga. Alhasil, makan juga jadi tidak teratur. Ternyata, ini bikin jerawat saya makin subur.

Dari hanya beruntusan di dahi, muncul lagi di pipi kanan dan kiri. Beruntusan terasa gatal dan sangat mengganggu. Saya enggak sadar terus menerus menggaruknya.

Lihat Juga :

Akhirnya, jerawat menyebar. Banyak jerawat kecil, yang jika dipencet, akan keluar air berupa nanah putih. Dari situ, muncul lagi jerawat agak besar dan merah di pipi yang datangnya seperti keroyokan, empat sampai enam jerawat sekaligus.

Awalnya, masalah jerawat ini sama sekali enggak mengganggu. Kepercayaan diri saya bahkan tidak turun kala itu.

Adik saya menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter kulit. Tapi, waktu itu saya masih tidak mau karena ingin pakai skincare yang dijual bebas. Papa juga menyarankan untuk tidak dipencet atau digaruk. Bersyukur, beruntusan sudah mulai mereda dan jerawat besar tidak muncul lagi.

Permasalahan jerawat ini makin mengusik saat saya mulai masuk ke dunia kerja di tahun 2017 lalu. Saya punya lingkungan kerja yang lumayan toksik.

Seorang teman selalu mengomentari wajah saya. Tiap jerawat bertambah, pasti dikomentari. Saat itu, kondisi wajah saya berjerawat parah di bagian pipi.

Kondisi wajah saya ini juga jadi pikiran keluarga, termasuk tante. Setiap main ke rumahnya, selalu ditanya, "Kenapa kok jerawatan? Kenapa bisa parah banget? Kenapa bisa hancur mukanya?"

Sepupu yang lain pun juga sama paniknya. Mereka mulai jadi dokter kulit dadakan, segala obat yang 'katanya' bagus diberikan kepada saya.

Simak cerita Mery menggunakan berbagai cara untuk menyembuhkan jerawat di halaman berikut ini.

Mencoba Segala Cara Menyembuhkan Jerawat

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER