Jakarta, CNN Indonesia --
Sejauh mata memandang, hamparan padang rumput mulai tak lagi hijau. Sejauh mata memandang, perubahan iklim yang drastis mulai terasa. Hal ini juga yang membuat Chitra Subyakto tergerak untuk membuat mengubah pola pikirnya dan juga orang-orang di sekitarnya agar lebih peduli pada lingkungan.
Diakuinya ini bukan hal yang mudah. Melalui label fashionnya Sejauh Mata Memandang yang didirikan tahun 2014 lalu, Chitra tergerak untuk ikut berkontribusi dalam upaya mengurangi dampak pemanasan iklim yang makin menggila.
"Semuanya dimulai sejak 2019 lalu. Saat itu ada kejadian ikan paus yang mati dan di dalam perutnya ada sampah plastik," katanya kepada CNNIndonesia.com saat peluncuran koleksi terbarunya Kudapan, Selasa (7/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baca komentar netizen banyak yang tidak tahu bahwa plastik itu ga bisa hancur. Sama, saya juga dulunya nggak tahu tapi akhirnya belajar."
Mulai sejak itu, buku demi buku serta perkembangan krisis iklim terus diikutinya. Namun Extinction Rebellion memberikan sebuah pernyataan yang menggugah hatinya.
"Dalam buku ini, disebut bahwa kalau kamu tahu tentang isu ini (krisis iklim), apapun pekerjaan kamu, berapapun teman kamu mau 5 atau 5.000 kamu wajib menyebarkannya. Mungkin enggak kelihatan langsung mengubah bumi, tapi enggak berarti kita diam saja."
"Salnya aku mikir gila ya bumi kaya apa yang mau kita warisin ke anak cucu kita. kita minum aja masih masak air."
Dimulai saat itu, Chitra bertekad untuk menggunakan talentanya dan juga platform fashionnya untuk menyebarkan kepedulian tentang iklim dan lingkungan.
Buatnya dan juga buat banyak orang, narasi krisis iklim terasa begitu berat dan negatif. Sadar hal ini, perempuan berdarah Aceh ini memikirkan sebuah cara lain untuk meningkatkan kesadaran akan suhu bumi yang makin memanas dan lingkungan yang semakin rusak.
Berkecimpung di dunia fashion dengan kain-kain batik yang unik dan bergaya muda, Chitra memilih untuk memperkenalkan isu 'berat' ini lewat cara yang ringan dan menarik perhatian anak muda sampai orang dewasa salah satunya lewat pameran dan busana yang dibuatnya.
Melalui pameran 'ramah lingkungan' pertama yang dibuat Sejauh Mata Memandang di 2019, bertajuk Laut Kita, dia mengajak banyak orang untuk menyelami betapa rusaknya ekosistem laut yang penuh sampah.
"Ini enggak ada hubungannya sama sekali dengan kain, tapi orang-orang banyak yang suka. Bahkan ada yang merasa tertampar dengan hal ini."
 Foto: CNN Indonesia/Christina Andhika sejauh mata memandang |
"Karena mungkin ada banyak orang yang follow media sosial Sejauh Mata Memandang tapi tidak follow NGO atau Greenpeace. Jadi lewat pameran tersebut kami bantu menyadarkannya."
Suksesnya pameran perdana Laut Kita membawa Chitra dan tim untuk menggarap pameran-pameran selanjutnya. Selain Laut Kita ada juga pameran Sayang Sandang, Sayang Alam di 2021 lalu dan Rumah Kita. Rumah Kita kali ini dilaksanakan bersamaan dengan peluncuran koleksi terbaru Kudapan yang terinspirasi dari camilan favorit Chitra yaitu onde-onde dan kue lapis.
"Kena (targetnya) makanya bikin terus nasarsi krisis iklim ini negatif makanya kita bikin narasinya dengan cara yang positif supaya orang tidak berasa diedukasi digurui, karena, kita tidak senang digurui," ucapnya.
Dalam perjalanannya, dia mengakui bahwa fashion juga turut andil dalam masalah lingkungan saat ini. Fakta global, industrifast fashionmemberikan pilihan kepada konsumen untuk dapat membeli lebih banyak pakaian dengan harga yang terjangkau sehingga mengakibatkan akumulasi limbah fesyen terus meningkat.
Hal ini juga ditambah dengan penggunaan serat sintetis seperti poliester yang merupakan serat plastik dan tidak dapat terurai secara hayati. Bahkan membutuhkan waktu hingga 200 tahun untuk dapat terurai. Terlebih lagi, sekitar 85 persen dari sampah tekstil dibuang ke tempat sampah dan laut.
Tak cuma soal pameran, campaignnya juga berlanjut ke SejauhManaKamuPeduli. Kampanye ini menghadirkan beberapa solusi untuk dapat berkontribusi dalam menyelamatkan bumi dari limbah fesyen. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kesadaran akan kerusakan lingkungan yang telah terjadi, memilih serat alami untuk tekstil, berbelanja lebih sedikit, membeli kualitas yang baik sehingga tahan lama, dan membeli produk dengan konsep daur ulang.
"Fakta menunjukan bahwafesyen merupakan salah satu penyumbang polutan sampah terbesar 95 persen sampah tekstil yang terbuang sebenarnya masih bisa didaur ulang (recycle) atau didayagunakan kembali menjadi benda berfungsi lain (upcycle)," ujarnya kala itu.
"Sebagai merek fesyen dengan konsepslow fashion,salah satu cara kami mengurangi sampah tekstil, adalah dengan menciptakan sandang dari bahan yang dapat terurai, memanfaatkan sisa kain produksi, melakukan program daur ulang dan modifikasi nilai guna dari kain. Komitmen ini merupakan langkah nyata kami untuk mengajak konsumen membantu menyelamatkan lingkungan kita".
Melalui kampanye ini, Chitra yang sudah sejak dulu menggunakan berbagai material ramah lingkungan, pewarna alami, serta proses yang bertanggung jawab ini juga memiliki program daur ulang berbagai busana yang terpakai untuk memperpanjang daya guna pakaian. Mereka juga menerapkan zero waste dalam tiap pemotongan kainnya. Kain-kain sisa ini diolah kembali menjadi berbagai akesesori seperti anting, boneka, scrunchie, sampai tas perca yang cantik.
 Foto: CNN Indonesia/Christina Andhika sejauh mata memandang |
SMM juga mengajak masyarakat mendonasikan pakaian untuk didaur ulang dengan cara pakaian yang sudah tidak digunakan bisa dikirimkan ke kotak peduli sampah tekstil selama pameran berlangsung.Pakaian yang sudah tidak layak pakai akan didaur ulang menjadi benang dan kemudian menjadi kain baru dimana gerakan ini SMM bekerja sama dengan Pable Indonesia.
Bekerja sama dengan beberapa gerakan, SMM juga mengolahpakaian yang masih layak pakai untuk dipilah dan didayagunakan kembali atau disumbangkan bagi yang membutuhkan, distribusi pakaian tersebut SMM didukung oleh Wardah dan Syah Establishment.
"Customer saya jadi lebih aware, bahkan kami juga bikin program dengan beli produk berarti satu pohon yang ditanam di Leuser."
Melalui berbagai programnya, Chitra membuktikan bahwa perempuan juga bisa memberikan dampak positif bagi kemajuan dunia. Meski tak langsung, setidaknya dia menjadi salah satu perempuan yang berkontribusi untuk kemajuan perekonomian Indonesia dan juga menjaga bumi dari krisis iklim.
"Perempuan itu sangat powerful, spesial. karena banyak perempuan yang direpresed sama sosial banyak yang minder. Darah sama sama merah, tapi aku ngerti kadang dari keluarga, kamu anak perempuan. Enggak salah karena didiknya begitu, tapi saat ini dengan digital, semua jadi serba terbuka."
"Di dunia digital perempuan itu bisa melakukan banyak hal orang jadi lebih berani, banyak tahu berbagai hal."