Pada kelompok orang yang telah terinfeksi, sekitar 9.600 orang mengalami masalah yang memengaruhi sistem pencernaan, usus, pankreas, atau hati. Diagnosis yang paling umum adalah penyakit yang berhubungan dengan asam, seperti GERD dan tukak lambung. Kedua kondisi ini dilaporkan pada lebih dari 2.600 orang.
Selain itu, orang yang pernah menderita Covid-19 diamati memiliki peningkatan risiko mengembangkan beberapa kondisi gangguan pencernaan, di antaranya:
- 62 persen peningkatan risiko terkena bisul di lapisan lambung atau usus kecil,
- 35 persen peningkatan risiko terkena GERD,
- 46 persen peningkatan risiko mengalami pankreatitis akut,
- 54 persen lebih mungkin mengembangkan IBS,
- 47 persen lebih mungkin mengalami peradangan pada lapisan lambung,
- 36 persen lebih mungkin mengalami sakit perut tanpa penyebab yang jelas,
- 54 persen lebih mungkin mengalami gejala pencernaan seperti sembelit, diare, kembung, muntah, dan sakit perut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para peneliti memperkirakan, sejauh ini, infeksi yang disebabkan oleh virus corona penyebab Covid-19 telah menyebabkan lebih dari enam juta kasus baru gangguan pencernaan di Amerika Serikat dan 42 juta kasus baru di seluruh dunia.
"Virus itu [SARS-CoV-2] bisa merusak, bahkan di antara mereka yang dianggap sehat atau yang pernah mengalami infeksi ringan. Kami melihat kemampuan Covid-19 untuk menyerang sistem organ mana pun di dalam tubuh, terkadang dengan konsekuensi jangka panjang yang serius, termasuk kematian," ucap Al-Aly.
Ahli gastroenterologi Daniel Freedbery mengatakan bahwa hasil penelitian tersebut cukup masuk di akal. Ia setuju bahwa Covid-19 dapat memiliki konsekuensi gejala gangguan pencernaan jangka panjang.
"Sebelum Covid-19, kami tahu bahwa IBS pasca-infeksi adalah hal biasa. Sindrom iritasi usus pasca-infeksi adalah ketidaknyamanan perut dengan diare atau sembelit yang muncul setelah infeksi usus akibat bakteri seperti Salmonella atau Campylobacter," katanya.