Warisan Kuliner Jawa: dari Relief Candi Borobudur ke Piring Makan

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Senin, 27 Mar 2023 10:20 WIB
Nuansa Borobodur yang ikonik sembari menikmati makan malam yang nikmat
Jakarta, CNN Indonesia --

Apa cara paling sederhana untuk bahagia?

Sebagian orang mungkin berpikir dengan uang yang banyak, traveling keluar negeri dan lainnya. Tapi, beberapa hal yang seringkali tak disadari tapi nyatanya bisa bikin bahagia, makan.

Buat sebagian orang, termasuk saya, makan bisa jadi salah satu cara menyenangkan untuk bahagia. Menikmati sepiring sajian yang penuh kenikmatan dan cerita penuh makna.

Makanan bukan sekadar terasa enak dan indah dipandang, tapi nyatanya berbagai makanan juga punya cerita dan sejarahnya masing-masing. Kuliner juga punya segudang tradisi yang patut diceritakan lantaran kerap kali terlupakan dan tersisihkan oleh makanan yang viral ataupun kekinian.

"Anak muda harus memperkaya diri dengan heritage," kata Chef Petty Elliot kala Culinary Expedition to Java di Amanjiwo Resort beberapa waktu lalu.

Petty dan Reza Kurniawan dari Amanjiwo Resort berkolaborasi untuk menciptakan sebuah pengalaman kembali ke masa lalu, ke masa di mana manusia di Jawa Tengah saat dapurnya masih terbuat dari gedek atau anyaman bambu. Bahkan sampai momen di mana manusia masih dalam zaman berburu dan meramu yang terpahat di relief Candi Borobudur.

Rangkaian perjalanan kuliner manusia dari masa ke masa digambarkan dalam lewat 'Jiwa Damai' atau peaceful soul selama 3 hari jamuan makan malam tradisional yang memukau dan membawa imaji ke masa lampau lewat serangkaian budaya, sejarah yang penuh manifestasi dalam kehidupan masyarakat Jawa Tengah.

"Masyarakat Jawa Tengah punya banyak sekali ritual yang dijalankan. Beberapa makanan pun juga disajikan bukan hanya untuk makanan tapi juga untuk berbagai ritual yang lekat dengan mereka," ucap Patrick Vanhoebrouck Antropolog Residen Amanjiwo.

Perjalanan ke masa lampau

Perjalanan ke masa lampu dan menyelami tradisi kuliner khas Jawa dimulai dengan 5 course dinner dari kolaborasi kedua chef tersebut.

Sajian yang dihidangkan antara lain selada campur, sop senerek ayam, fillet farupa pepes, wagyu dendeng ragi, dan malang apple crumble.

Terdengar mungkin seperti sajian yang biasa, Namun baik chef Petty dan Reza memberikan sentuhan kekinian tanpa menghilangkan ciri khas rasa yang familiar di lidah. Tak dimungkiri, satu hal yang kerap kali membuat skeptis berbagai hidangan Indonesia yang diklaim level-up, kebanyakan memberikan rasa yang melenceng dan nanggung di lidah.

Selada campur buatan chef Petty Elliot terlihat cantik di dalam piring, irisan buah dalam ukuran kecil dan lenyap dalam beberapa suapan ini teraduk sempurna dengan sambal wijen. Tak banyak orang yang tahu kalau sambal wijen juga termasuk makanan tradisional Indonesia, akan tetapi lebih paham soal dressing salad saus wijen yang populer di pasaran.

Satu hal yang menggoda lidah saya adalah Sop Senerek Ayam buatan Chef Reza. Sop senerek adalah kuliner khas Magelang.

"Biasanya dibuat dari daging sapi yang diiris dan ditambah dengan kacang merah tapi sekarang saya ganti dengan ayam."

Jika sop ini identik dengan kuah yang sedikit keruh karena kaldunya, sop senerek ayam ini punya kuah yang sangat jernih (consomme) namun rasa kaldunya yang pekat dan menyegarkan. Reza mengungkapkan consomme ini dibuat dengan cara merebus tulang ayam dengan metode slow cooking selama belasan jam dan disaring berkali-kali sampai warnanya jernih.

Sensasi lainnya adalah dengan ayamnya. Bukan di-roasted atau dipanggang, irisan ayam tanpa tulang ini nyatanya di brine untuk memberikan tekstur super empuk namun tak hancur dan lebih gurih. Setelahnya ayam di pan seared untuk memberikan tektur sedikit crunchy.

The Iconic Borobudur


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :