Jakarta, CNN Indonesia --
Bulan suci Ramadan kali ini mesti saya lalui bersama istri dan kedua anak saya di Edinburgh di Skotlandia, sebuah kota yang cantik dengan para penduduknya yang ramah.
Sudah sejak September 2022 saya sekeluarga tinggal di Edinburgh. Menjalani puasa Ramadan di kota ini merupakan tantangan. Sebab, waktu berpuasanya lebih lama dibanding di Indonesia.
Ketika awal Ramadan, waktu berpuasanya sekitar 14 jam, lalu bergeser menjadi 15 jam saat memasuki pertengahan Ramadan. Di akhir-akhir Ramadan, waktu berpuasa di Edinburgh menjadi 16 jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi, semakin mendekati Idulfitri, waktu subuhnya semakin cepat dan waktu magribnya semakin lama atau semakin mundur. Tapi mungkin enaknya di sini sekarang sedang dingin, walaupun malah jadi semakin mudah terasa lapar.
Komunitas muslim di Skotlandia, khususnya di Edinburgh juga semakin banyak. Saya juga cukup mudah menemukan restoran yang halal atau toko supermarket yang menjual bahan makanan halal.
Di ibu kota Skotlandia ini malah terdapat beberapa masjid, termasuk satu central mosque, sebuah masjid yang besar. Yang menarik, masjid tempat saya selalu salat Jumat di sini itu dulunya adalah gereja. Ciri khas bangunan gerejanya bahkan masih terasa kental sampai sekarang.
Saya merasakan sekali masyarakat di Edinburgh sudah lebih toleran terhadap orang muslim, sehingga membuat lebih nyaman tinggal di sini. Walaupun suasana Ramadan di sini ya sebenarnya enggak terlalu berasa, kesadaran masyarakat di sini tentang muslim yang menjalani ibadah puasa Ramadan juga kian tinggi.
Sekolah anak saya mengirimkan email untuk menanyakan apakah anak saya berpuasa, karena jika iya, pihak sekolah siap menyediakan ruangan khusus saat murid-murid lain sedang jam makan siang, agar ibadah puasa anaknya tidak terganggu. Padahal, anak saya masih Sekolah Dasar.
 Muhammad Aditya Wiradijaya bersama istri dan kedua anaknya di York, Inggris. (Arsip Muhammad Aditya Wiradijaya) |
Kota besar seperti London pun turut menyambut bulan suci ini dengan spanduk bertuliskan: Ramadan Kareem. Teman istri saya pernah punya pengalaman berada di bus yang terjebak macet saat waktu berbuka puasa sudah tiba. Supir bus itu sampai harus meminta maaf kepada penumpang yang muslim, karena saat waktunya sudah berbuka puasa, masih harus di jalan karena bus terjebak macet.
Bagi saya, itu sesuatu yang membuktikan bahwa masyarakat di sini pengetahuannya sudah semakin banyak tentang Islam. Namun, yang unik dari masjid-masjid di Edinburgh adalah waktu salat atau waktu berbuka puasa yang berbeda di antara masjid satu dengan masjid lainnya di Edinburgh.
Walaupun bedanya mungkin cuma lima menit atau beberapa menit, di central mosque misal kan, buka puasa pukul 8.02, nah di masjid yang dekat rumah saya itu masih 7.59. Fenomena ini dikarenakan cara mereka menentukan waktu salatnya itu masih berbeda-beda, padahal itu di satu kota yang sama.
Namun, komunitas muslimnya sendiri cukup aktif, yang bisa dilihat dari undangan buka bersama di masjid hingga tarawih berjamaah di masjid. Yang tidak ada mungkin suara azan yang terdengar sampai ke rumah atau televisi yang menayangkan azan Magrib, atau suara orang-orang yang membangunkan sahur, hal-hal seperti itu tidak ditemukan di sini saat Ramadan.
Saya sendiri sebenarnya pernah tinggal sendiri di Kota Bristol, Inggris, pada 2013 dan juga sempat merasakan menjalani ibadah puasa Ramadan. Kala itu, Ramadan jatuh ketika musim panas sedang berlangsung di UK (United Kingdom).
Ramadan yang sekarang lebih mending, karena dulu pas saya di sini buka puasa itu jam 10 malam dan subuhnya jam 2 pagi. Jadi, puasanya dulu sampai 20 jam, sekarang agak mending karena maksimal 16 jam.
Dengan kondisi seperti itu, saya belum meminta anak saya puasa setiap hari, karena selain waktu puasa yang lebih lama dibanding di Indonesia, yang hanya sekitar 13 jam, jam sekolah juga dikhawatirkan jadi kendala. Saya juga tidak mau nantinya dia malah trauma, karena orang dewasa saja cukup berat puasa sampai 15-16 jam di sini. Sekarang sebisanya dan sekuatnya anak saya saja.
Saya dan istri juga mencoba mengobati kekangenan terhadap suasana di Indonesia saat Ramadan dengan memasak atau membuat makanan yang biasa saya beli di Indonesia seperti gorengan atau bikin es campur.
Soal kultur di Edinburgh, saya merasa sejauh ini tidak pernah terkendala. Hanya lebih ke masalah waktu saja di sini. Waktu di sini kalau misalnya musim dingin, jam itu mundur sejam semuanya. Perbedaan waktu dengan Indonesia yang awalnya enam jam, ketika masuk musim dingin itu berubah jadi tujuh jam.
Saya juga menilai rasa kekeluargaan di sini kurang. Itu terlihat dari banyaknya orang tua yang sudah sepuh, yang benar-benar masih tinggal sendiri tanpa ditemani anaknya, padahal sudah harus berjalan dengan dua tongkat.
Para lansia itu tinggal sendiri di apartemen, mengurus segala macam sendiri, saya sangat jarang melihat di sini mereka ditemani anak atau anggota keluarganya yang lain.
Melihat Edinburgh, saya melihat ini tipikal kota yang sangat berbeda dengan Jakarta, yang suasananya kota metropolis. Di sini masih banyak bangunan historis, yang arsitekturnya kuno dan indah.
 Tolbooth Kirk, Edinburgh, Skotlandia. (Arsip Muhammad Aditya Wiradijaya) |
Salah satu yang paling diingat orang adalah Edinburgh merupakan kota yang paling menyeramkan di United Kingdom (UK). Bahkan, di sini ada Ghost Tour, di mana pada malam-malam tertentu tur ini mengunjungi ke kuburan-kuburan hingga ke ruangan-ruangan bawah tanah, demi mencari hal-hal yang supranatural.
Kalau di Edinburgh itu, kotanya cantik, jadi memang kota turistik. Saya selalu menyarankan, kalau misalnya ada teman atau keluarga mau ke Edinburgh, saya selalu menyarankan mengunjungi Edinburgh di akhir perjalanan, karena melihat kota-kota yang lain akan jadi biasa saja kalau kita ke Edinburgh duluan. Tapi, kalau misalnya lihat kota-kota yang lain dulu, terus baru ke Edinburgh, wah pasti langsung berasa cantiknya kota ini.
Sejak tinggal di sini, saya pernah berkunjung ke National Museums Scotland, terus ke Edinburgh Castle juga, terus sama ada pekuburan terkenal Greyfriars Kirk yang terkenal jadi objek wisata di Edinburgh.
Saya juga sempat ke Old Town-nya, daerah kaya Victoria Street itu jalannya masih batu-batu khas kota tua lah, jadi sering eksplore ke situ. Nanti ketemu gang, saya masuk gang itu, lalu menyusurinya dan tembusnya ke mana.