Lantas apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya perilaku konsumtif masyarakat jelang lebaran ini?
Menurut pengamat sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati, perayaan agama bukan hanya dilakukan secara pribadi, namun juga secara sosial.
"Yang namanya perayaan agama itu menjadi perayaan sosial. Ibadah itu bukan hanya ibadah pribadi, tapi ada yang namanya ibadah sosial. Mau agama apapun," kata Devie pada CNNIndonesia.com saat ditemui di Tendean, Jakarta, Selasa (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, ibadah sosial adalah ibadah yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sosial. Menurut Devie, masyarakat Indonesia cenderung memikirkan ibadah ini dibandingkan ibadah mahdhah.
"Itu menjadi kearifan sosial yang mendekatkan hati. Saling memberi itu kan mendekatkan hati. Makanya kita sibuk mikirin mau bawa apa, pakai pakaian apa, karena dalam konteks memaknai kesucian itu salah satunya dengan memakai sesuatu yang baru," lanjutnya.
"Karena ibadah itu bukan hanya ibadah privat, tapi juga ibadah sosial."
Penanaman perspektif Idul Fitri dengan barang baru sudah dilakukan sejak dini dan sudah mengakar, sehingga sulit untuk dipisahkan atau dihilangkan di masyarakat.
Hal tersebut membuat seseorang berusaha untuk dapat memenuhi setiap kebutuhan akan barang-barang baru itu jika ingin menikmati kesempurnaan dari perayaan Idul Fitri.
"Belum lagi kita mikir mau silaturahmi. Silaturahmi kan berarti ada ongkosnya nih. Yang biasanya kita enggak pulang kampung jadi pulang kampung. Pengeluaran pasti jadi lebih tinggi. Karena ibadah itu bukan hanya ibadah privat, tapi juga ibadah sosial," ucap Devie lebih lanjut.
Masyarakat Indonesia yang sangat komunal, menurut Devie, tidak bisa menghindar dari pendapat orang lain dan selalu berusaha untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Hal tersebut juga menjadi salah satu faktor timbulnya perilaku konsumtif.
"Makanya kita akan selalu berusaha memenuhi ekspektasi orang lain, harapan orang lain terhadap kita. Dan sebaliknya kita juga selalu berharap orang lain akan begitu. Itu menjadi suatu hal yang enggak perlu diajarkan lagi karena sudah turun menurun," pungkasnya.
(del/chs)