Selendang Mayang, Kesegaran Khas Betawi yang Mulai Langka

Kesegaran selendang mayang begitu cocok dijadikan takjil. Namun kudapan khas Betawi ini mulai sulit ditemukan.

Sepanjang bulan Ramadhan ini, apakah Anda pernah menyantap takjil berupa selendang mayang? Mungkin sajian ini kalah pamor dengan biji salak, kolak atau setup pisang.

Padahal selendang mayang tak kalah nikmat dengan kuah manis gurih dan potongan warna-warni dari tepung beras yang empuk. Sajian satu ini mulai sulit ditemukan. Seperti dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, selendang mayang ternyata mulai dikenal luas pada 1940-an.

Di balik segar dan langka selendang mayang, rupanya sajian ini kerap dikaitkan dengan cerita rakyat yakni Jampang Mayangsari. Ada pula yang mengaitkannya dengan cerita perempuan yang mengenakan selendang dengan rambut hitam ikat dua.

Pun yang tak kalah mengejutkan, selendang mayang sempat disebut menghilang. Hingga pada 1990-an, sajian ini muncul kembali dan kerap ditemukan di acara hajatan.

Minuman ini melambangkan kehangatan dan kemeriahan. Tengok saja warnanya, ada merah dan hijau yang mencolok di antara kuah putih santan.

Anda cukup beruntung menemukan es selendang mayang yang dijajakan di pinggir jalan bersama takjil lain. Di luar musim Ramadhan, Anda mungkin bakal akrab dengan selendang mayang saat ulang tahun Jakarta.

Selendang mayang terbuat dari tepung beras dan tepung sagu aren yang kemudian diberi pewarna. Kuahnya sendiri terbuat dari santan dan daun pandan. Anda pun akan menemukan minuman berwarna putih dengan potongan adonan tepung beras berwarna merah, hijau dan putih.

Anda bisa saja menemukan penjaja selendang mayang yang masih menggunakan sebilah bambu untuk memotong campuran tepung beras warna-warni.

Di luar bulan Ramadhan dan ulang tahun Jakarta, sebenarnya Anda tetap bisa mengobati penasaran akan selendang mayang di sejumlah wilayah di Jakarta.

Selendang mayang bisa ditemukan di Petak Sembilan, Palmerah, Kampung Setu Babakan, Kampung Condet, dan kawasan Kota Tua.