Kenapa Netizen Indonesia Julid? Ini Kata Sosiolog
Kenapa netizen atau warganet di Indonesia julid banget? Mungkin itulah pertanyaan yang sering muncul di benak banyak orang akhir-akhir ini.
Ya, sering kali kehidupan realita masyarakat saat ini diwarnai oleh keramaian di dunia digital. Kata 'viral' kini tak asing lagi meski lekat dengan hal negatif.
Beberapa waktu lalu viral komentar Tiktoker Bima yang menyematkan sebutan 'janda' buat Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Faktanya, Megawati memang seorang janda. Namun sebutan 'janda' hingga kini masih distigma negatif.
Terkait hal itu, Sosiolog Devie Rahmawati pun memberikan pandangannya. Di Indonesia, kata Devie, stigma terhadap janda muncul dengan faktor utama relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan.
"Secara kultural Indonesia sangat patriarki sehingga menempatkan laki-laki sebagai pemimpin, satu-satunya yang pantas dihormati," kata Devie beberapa waktu lalu.
Pandangan patriarki mau tidak mau membuat status janda jadi sesuatu yang negatif dan rendah. Kata dia, perempuan Indonesia yang sendirian tanpa laki-laki rentan mendapat label beragam.
Selain Tiktoker Bima, banyak orang memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan pendapat atau gagasannya. Namun tak bisa dimungkiri, komentar bernuansa kontroversial memang cepat ramai atau viral.
Devie mengatakan sebuah riset di Barat pada 2010 menunjukkan bahwa pengguna media sosial memiliki kecenderungan menggunakan kata-kata ofensif yang bertentangan dengan tatanan sosial dan budaya.
"Bahkan menariknya Indonesia sendiri pada tahun 2021 disematkan sebagai warga digital paling kasar se Asia Tenggara," imbuhnya.
Dunia digital rupanya tak hanya mengubah platform bersuara masyarakat, tapi juga watak mereka. Devie menyebut watak masyarakat yang 'ramah' berubah jadi 'marah'. Masyarakat yang tenang berubah jadi pemberang.
Oleh karenanya, ia berpendapat masyarakat yang hidup di dua dunia perlu memahami bahwa tak cukup ketrampilan digital saja.
"Perlu memperhatikan etika, budaya, dan keamanan digital, bila kita ingin memiliki kehidupan yang aman, nyaman dan tenang di ruang digital, sebagaimana halnya kehidupan di dunia offline," katanya.
(els/pua)