Netizen curiga pembeli tiket konser Coldplay bukan penggemar melainkan karena orang-orang FOMO. Apa itu FOMO? Simak selengkapnya dalam uraian berikut.
Istilah FOMO ramai di Twitter sampai jadi 'trending' di jagat Twitter Indonesia. Terpantau lebih dari 21 ribu cuitan menyematkan istilah 'FOMO' setelah 'perang' presale tiket konser Coldplay.
FOMO sendiri merupakan kependekan dari fear of missing out. Seperti dilansir dari Very Well Mind, fear of missing out bisa diartikan takut ketinggalan. Hal ini mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, hidupnya lebih baik, mengalami hal lebih baik dari Anda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena FOMO makin menjadi berkat keberadaan media sosial. Unggahan di media sosial mendorong netizen untuk membandingkan hidupnya dengan hidup pengguna media sosial lain.
Belakangan, band asal Inggris Coldplay menyita perhatian sebab bakal menyelenggarakan konser di Jakarta. Gempita tak terbendung sebab Chris Martin dkk selama ini tidak pernah memasukkan Jakarta dalam destinasi tur mereka. Pada 15 November 2023 nanti bakal jadi sejarah baru buat Indonesia.
Penggemar Coldplay jelas bersorak sebab tak perlu 'mengejar' band idola ke negeri seberang demi menikmati konsernya. Kehebohan ini juga menjalar terutama di kalangan netizen yang tidak semua penggemar Coldplay. Tentu ada rasa kehilangan momen kalau tidak turut dalam kemeriahan konser.
"FOMO, taunya Fix You sama Yellow doang," cuit sebuah akun Twitter.
"Dasar FOMO," kata yang lain.
"Orang-orang FOMO war tiket," tulis salah satu akun Twitter.
Siapa sih yang paling sering FOMO?
Melansir dari Psychology Today, riset berulang kali menunjukkan bahwa orang muda mengalami FOMO lebih sering ketimbang orang yang lebih tua. Kok bisa?
Salah satu hal yang berperan dalam FOMO adalah interaksi orang muda dengan teknologi dan media sosial. Selain itu, orang muda cenderung berhasrat untuk eksplorasi dan mereguk pengalaman hidup.
Sementara itu, orang yang lebih tua tidak gampang FOMO karena mereka sudah makan asam garam dunia lebih banyak dan lama.
Kemudian dilihat dari jenis kelamin, riset menunjukkan pria lebih rentan FOMO daripada wanita, meski ada pula riset yang menemukan sebaliknya.
FOMO ternyata bisa dikaitkan dengan kondisi kesehatan mental tertentu. Sebuah studi pada 2021 yang dipublikasikan di The World Journal of Clinical Cases menemukan FOMO bisa dihubungkan dengan pengalaman hidup dan perasaan negatif.
Seperti dilansir dari USA Today, hal ini bisa meliputi:
- kurang tidur,
- menurunkan kemampuan hidup,
- ketegangan emosi,
- efek negatif terhadap tubuh,
- kecemasan,
- kurang bisa mengendalikan emosi.
Kecemasan tergabung dalam 'paket' FOMO. Perilaku kognitif yang terhubung dengan FOMO seperti berselancar di media sosial dan notifikasi media sosial. Kemudian ada peningkatan kecemasan saat individu menunggu 'reward' dari pesan atau update.
Media sosial pun mendorong orang untuk selalu up to date. Sifat berbagi di media sosial bisa membuat orang membandingkan diri dengan realitas dunia maya yang kadang jauh dari kenyataan.
(els/chs)