Padahal, jika membawa sampah mereka turun dari Gunung Everest, pendaki bisa mengklaim kembali deposit sampah sebesar US$4.000 atau sekitar Rp60 juta.
Tapi, penyelenggara dan petugas ekspedisi kesulitan mengawasi sampah dari kamp pemantauan. Kamp pemantauan setinggi hampir 8.000 meter atau 26.246 kaki dianggap sulit dan tidak efektif.
"Saya ingin meminta kepada pemerintah menghukum perusahaan yang meninggalkan sampah di gunung itu masalah besar yang kita hadapi," ujar Tenzi di akun Instagramnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Garrett Madison, pemandu gunung asal Amerika Serikat, yang baru-baru ini mencapai prestasi mendaki Gunung Everest dan dua puncak terdekat dalam waktu kurang dari tiga minggu, menganggap Nepal perlu melakukan pekerjaan lebih baik dalam mengawasi gunung tertinggi di dunia itu.
Hal tersebut demi menyelamatkan Gunung Everest dari sampah. Madison mengungkapkan, kamp-kamp yang lebih tinggi di Gunung Everest dipenuhi tenda robek, bungkus makanan, dan botol oksigen kosong yang dibuang pendaki.
"Kita perlu menemukan cara yang lebih baik untuk menurunkan limbah. Kami membutuhkan kepolisian yang lebih baik untuk memeriksa bahwa setiap tim menurunkan sampahnya," ujar Madison, seperti dilansir Reuters.
Pendakian Gunung Everest menghasilkan pendapatan besar bagi Nepal. Pihak berwenang negara itu memecahkan rekor mengeluarkan 478 izin untuk mendaki Everest pada periode Maret sampai Mei tahun ini.
Masing-masing pendaki harus membayar US$11.000 untuk mendaki Gunung Everest. Sementara itu dilaporkan juga, 12 pendaki tewas dan lima orang hilang di lereng Gunung Everest.
(wiw)