Harapan Alam, Tukik 'Dua Hari' Hidup Lama Tak Terbelit Sampah Plastik

CNN Indonesia
Jumat, 16 Jun 2023 11:00 WIB
Alam si tukik yang berusia dua hari merayap penuh harap agar berumur panjang tak terhempas ombak besar, dimakan predator, dan terbelit sampah plastik di laut.( ANTARA FOTO/Irfan Anshori)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ember-ember biru besar sudah tertata rapi di atas sebuah meja di pinggir pantai hotel Westin Resort Nusa Dua Bali. Di sisinya, mangkuk-mangkuk kayu ditumpuk rapi di sisi Indra Lesmana dan sang kawan.

Matahari yang cerah pagi itu dan ombak yang cukup besar, sisa dari malam bulan purnama membuat Indra bersemangat.

"Ini hari yang tepat, mataharinya terik," katanya sambil mengajak kami yang mengerumuninya untuk melihat isi ember birunya.

Nyatanya ember-ember ini berisi tukik penyu hijau yang masih kecil sambil berenang antusias ke sudut-sudut ember. Rasanya mereka sudah tak sabar lagi untuk bisa berenang di laut luas.

"Boleh dipegang pakai tangan mas," tanya saya ke Indra yang merupakan relawan dari Turtle Conservation and Education Center (TCEC) di Pulau Serangan, Bali.

"Jangan, pakai ini saja," kata Indra sambil menunjuk mangkuk batok kelapa di sampingnya.

"Soalnya kalau pakai tangan, nanti habis kena losion dan lainnya. Itu bahaya buat tukiknya."

Setelah menciduknya dengan mangkuk, satu per satu dari kami berjalan menuju bibir pantai yang berpasir putih. Dengan perlahan, mangkuk dituangkan ke pasir dan membiarkan tukik berjalan di pasir.

"Jangan lupa doakan tukiknya biar mereka selamat, bisa bertahan di laut, kembali ke sini, bertelur lagi dan tidak makan sampah plastik."

Ucapan Indra membuat kami tersentak. Tukik kecil yang ku beri nama Alam itu bukan cuma punya musuh predator alami, ombak, dan cuaca, tapi juga lantaran habitatnya sendiri juga terkotori sampah plastik.

Tak dimungkiri, keterkaitan penyu dan sampah plastik di laut memang masih jadi problematika. Beragam kasus ditemukan banyak penyu yang terlilit atau mengalami malformasi tubuh lantaran sampah plastik di lautan.

Miris, Indra menyebut bahwa sampah plastik di lautan sampai saat ini masih jadi masalah yang tak kunjung terselesaikan dan mengancam kelestarian penyu, termasuk Alam kecil.

Tak dimungkiri, sampah plastik kresek ini memang sangat sulit terurai. Buntora Pasaribu dari Department of Marine Science, Universitas Padjadjaran menyebut bahwa setidaknya butuh 20 tahun untuk bisa mengurai sampah kantong plastik di laut.

"Penyu termasuk binatang laut yang memang banyak terbelit atau memakan sampah plastik di laut," katanya saat workshop "Solusi berkelanjutan untuk sampah laut dan polusi plastik di Indonesia bersama AJI dan Kedutaan Besar Australia."

Data Sampah Plastik di Laut Indonesia

Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Seorang jurnalis berjalan di antara tumpukan sampah yang terbawa arus di bibir pantai selatan, kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten, Senin (16/5/2022). Banyaknya sampah plastik di kawasan tersebut diperkirakan dapat menyebabkan perubahan perilaku satwa di wilayah tersebut salah satunya badak jawa yang disinyalir tidak lagi terlihat di muara dekat pantai selatan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.

Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Indonesia berada di posisi keenam di dunia sebagai penghasil sampah plastik berdasar data 2016. Tak cuma itu, Indonesia juga menjadi negara kontributor sampah plastik di laut nomor lima di dunia pada 2021 lalu.

Data sampah plastik di laut di Indonesia berdasarkan data LIPI pada 2018 lalu mencapai 270-590 ribu ton per tahun. Sebenarnya pemerintah sendiri memiliki target 0 persen sampah laut pada 2040 mendatang.

Untuk memenuhi target tersebut, berbagai langkah dilakukan oleh Pemerintah antara lain melalui aturan-aturan Perda, Peraturan Menteri, Peraturan Presiden, sampai UU. Berbagai 'aktivasi' seperti Bulan Cinta Laut, kampanye dan edukasi sampai pengolahan ekonomi sirkular untuk desa pesisir bersih.

Hanya saja, tak bisa berpangku tangan dan menunggu pemerintah. Berbagai pihak dan juga masyarakat harus saling membantu dan melakukan berbagai inisiasi untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar dan mengurangi sampah plastik. 

Turtle Conservation and Education Center (TCEC) sendiri merupakan konservasi atau penangkaran di Bali yang berfokus untuk merawat penyu sakit, menyelamatkan telur penyu di pantai, dan mencegah perburuan serta penjualan penyu ilegal.

Indra bercerita bahwa dulunya, penangkaran yang berdiri sejak 20 Januari 2006 ini menjadi satu strategi untuk mengatasi perdagangan penyu. Dulunya daging penyu ini disebut-sebut jadi daging favorit.

TCEC juga bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk hotel-hotel di sekitar pantai untuk menjaga telur penyu yang disimpan di situ. Para relawan TCEC pun memberi perhatian dan memantau kehadiran penyu di pantai untuk bertelur.

"Di dekat pantai, kalau ada penyu yang bertelur, pasti akan diberikan pagar bambu khusus untuk menjaga telur biar tidak terinjak pengunjung pantai," ucap Dewi Anggraini, Director of Marketing Communications The Westin resort Nusa Dua Bali.

Pelepasan tukik ini juga menjadi salah satu rangkaian The Good Travel Marriot Bonvoy yang bertujuan untuk mengingatkan kembali bahwa saat liburan tak berarti berhenti berbuat baik untuk orang lain dan juga lingkungan, termasuk kepada si Alam kecil dan tukik-tukik lainnya serta menjaga pantai dari sampah plastik agar tak hanyut ke laut.

Ada Apa antara Penyu dan Sampah Plastik?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :