ANALISIS

Ironi: 'Berantas' Stunting Tapi Penderita Obesitas Makin Tinggi

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Selasa, 27 Jun 2023 19:00 WIB
Sebuah pertanyaan muncul di tengah fokus pemerintah untuk mengatasi stunting, kenapa kasus obesitas justru bertambah?
Sebuah pertanyaan muncul di tengah fokus pemerintah untuk mengatasi stunting, kenapa kasus obesitas justru bertambah?( iStockphoto/Motortion)
Jakarta, CNN Indonesia --

Fajri, pria berusia 26 tahun dengan bobot 300 kilogram yang dirawat di RSCM meninggal dunia pada Kamis (22/6) lalu.

Fajri adalah pasien obesitas yang harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit tersebut. Dia telah menjalani perawatan kurang lebih 14 hari. Namun naas, kegagalan multi organ membuat Fajri tak bisa bertahan lebih lama lagi.

Fajri bukan pasien obesitas pertama yang pernah dirawat di RSCM. Direktur Utama rumah sakit, Lies Dina Liastuti menyebut ada beberapa pasien obesitas yang pernah ditangani di sana. Salah satunya Arya Permana, bocah obesitas yang kini sukses menurunkan berat badannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa kasus obesitas, salah satunya memang Arya yang berhasil ditangani hingga berat badannya turun," kata Lies saat dihubungi CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Namun tidak demikian dengan nasib Fajri. Dokter spesialis anestesi RSCM, Sidharta Kusuma Manggala menyebut Fajri sempat mengalami kegagalan multi organ atau organ dysfunction syndrome. Hal ini terjadi karena Fajri mengalami syok septik akibat infeksi di beberapa bagian tubuhnya.

Kenapa obesitas di Indonesia makin banyak?

Kasus obesitas di Indonesia tak hanya dialami Fajri atau Arya. Bahkan, sempat ada laporan seorang wanita di Kalimantan, Titi Wati yang memiliki berat badan hingga 350 kilogram. Wanita ini pun meninggal dunia karena kegagalan multi organ beberapa tahun lalu.

Namun yang menjadi pertanyaan di tengah fokus pemerintah untuk mengatasi stunting, kasus obesitas justru bertambah. Hal ini dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) kasus obesitas di Indonesia juga terus mengalami peningkatan.

Per 2018, jumlah pasien obesitas di Indonesia mencapai angka 26,60 persen untuk laki-laki dan 44,40 persen penderita obesitas wanita. Padahal di 2016 saja jumlahnya baru mencapai 24,00 persen untuk penderita obesitas laki-laki, dan 41,60 persen untuk penderita obesitas wanita.

boy overweight. Tight shirt of pajamas, healthy conceptFoto: iStockphoto/kwanchaichaiudom
ilustrasi

Lantas, kenapa jumlah obesitas di Indonesia terus meningkat? Apakah karena warga yang malas, atau karena tak ada regulasi hingga edukasi yang jelas soal penyebab dan bahaya obesitas ini?

Padahal jelas, obesitas bukan penyakit yang bisa disepelekan. Ada banyak penyakit yang bisa muncul saat seseorang mengalami obesitas. Bahkan jika tidak ditangani dengan cepat, penderitanya bisa meninggal dunia.

Faktanya, obesitas bukan cuma kelebihan berat badan. Lebih dari itu, obesitas adalah lemak yang terlalu banyak dan menumpuk di tubuh. Jika dibiarkan, lemak-lemak ini bisa mengganggu fungsi organ lain. Mulai dari hati, ginjal, bahkan jantung.

Dokter spesialis gizi di RSIA Melinda, Bandung, Johanes Casay Chandrawinata bahkan menyebut ada sekitar 35 persen orang dewasa di Indonesia yang saat ini mengalami obesitas. Data yang mungkin tidak benar-benar dicatat oleh lembaga kesehatan negara.

"Cukup tinggi, obesitas di Indonesia tuh tinggi dan memang terus meningkat setiap tahunnya," kata Johanes saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (25/6).

Menurutnya, ada banyak faktor kenapa obesitas termasuk sulit ditangani. Faktornya ada dari dalam dan dari luar.

Mulai dari faktor genetik, asupan makanan dan minuman dengan kalori yang berlebihan, kurang beraktivitas, kurang tidur, hingga masalah sosial-ekonomi juga cukup berpengaruh dalam pembentukan obesitas.

"Pada orang dewasa yang mengalami obesitas, biasanya penyebabnya ya campuran dari hal-hal tersebut," katanya.

Jika dilihat dari segi gizi misalnya, asupan makanan harian yang sangat tinggi kalori. Pagi orang tersebut makan nasi goreng dengan nugget, telur, dan kerupuk. Lalu siang dan malam hari tetap makan nasi, lengkap dengan lauk-pauknya.

"Belum lagi cemilan, kopi-kopi kekinian yang manis. Kue-kue, boba, minuman-minuman yang tinggi gula," kata dia.

Semua hal tersebut kata Johanes makin parah jika diimbangi dengan hidup yang serba malas gerak alias mager. Jarang beraktivitas fisik yang berat atau olahraga, hingga membuat lemak semakin menumpuk akibat asupan energi dengan pengeluaran yang tidak seimbang.

Regulasi tanpa edukasi hakikatnya nihil

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER