SURAT DARI RANTAU

Mencurigai Gaijin dan di Balik Budaya Minum-minum di Jepang Usai Kerja

Fransisca Wardhani | CNN Indonesia
Senin, 03 Jul 2023 11:00 WIB
Ketika kamu pergi ke Jepang sebagai turis dengan ke Jepang sebagai residen, itu sangat berbeda. Kebanyakan orang Jepang tidak ramah kepada gaijin.
Suasana Kota Tokyo, Jepang. (Arsip pribadi Fransisca Wardhani)

Pengalaman lainnya, ketika saya baru minggu-minggu awal tiba di Tokyo, saya kaget melihat orang-orang yang terkapar tertidur di jalan karena kebanyakan minum-minum ataupun orang yang berteriak-teriak seperti orang stres di jalanan, di kereta, di stasiun. Hal-hal yang awalnya hanya saya lihat di social media, ternyata saya akhirnya bisa melihatnya secara langsung.

Saya juga pernah lihat ada orang Jepang sedang membentur-benturkan kepalanya ke tiang listrik. Tapi, orang-orang di sini sudah biasa melihat hal seperti itu. Masyarakat di Jepang juga punya stigma bahwa manusia harus kuat. Jadi, untuk mempertahankan reputasi itu, mereka berusaha kuat, yang seringkali kemudian tidak memperhatikan kesehatan mental dan mengalihkan stresnya dengan minum-minum.

Mereka juga kalau terkenal sangat berhati-hati untuk bercerita atau berteman karena takut dianggap lemah. Memang terdengar aneh, tapi seperti itulah adanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalau melihat ada orang pakai baju kantor, terus mabuk sampai ketiduran di trotoar jalan, bahkan bisa sampai pagi, itu sudah biasa di sini. Bakal sering lihat lah kalau tinggal di sini.

Terlepas dari semua itu, yang saya salut adalah keamanan Jepang, barangkali salah satu yang terbaik di dunia. Puji Tuhan, saya pulang kerja tengah tengah malam,
jalan kaki, aman sampai ke apartemen. Apartemen saya sendiri ada di area Toshimaku, Tokyo.

Memang ada beberapa area-area yang red district, sebaiknya kalau pergi ke area red district, jangan pergi sendirian terutama untuk perempuan dan orang asing.

Bicara soal berita yang lagi banyak beredar tentang orang Jepang tidak mau punya anak, saya tidak bisa mengatakan semua orang Jepang berpendapat serupa. Tapi, kebanyakan teman-teman saya yang warga Jepang lokal di sini, mereka tidak mau punya anak, dan kalaupun ada yang ingin program punya anak, mereka hanya ingin punya satu anak saja.

Ketika saya tanya apa pandangan mereka untuk tidak mau punya anak, beberapa menjawab bahwa memiliki anak berarti perubahan rencana hidup, hidup mereka harus berubah, mimpi-mimpi mereka harus disesuaikan.

Banyak orang di sini, ketimbang punya anak, mereka lebih pilih punya hewan peliharaan. Jadi, anjing dan kucing di Jepang sering diperlakukan seperti bayi. Kereta bayi di sini tuh isinya bukan bayi, tapi binatang peliharaan.

Padahal, tunjangan dari pemerintah untuk pasangan yang ingin punya anak, sangat luar biasa, dari mulai insentif yang tidak kecil nominalnya, sampai maternity leave untuk ibu adalah 1 tahun dan paternity leave untuk ayah adalah 6 bulan, semua itu tetap dibayarkan 70 persen dari gaji, tapi tetap saja mereka kebanyakan memilih tidak mau punya anak.

Bicara soal budaya disiplin orang Jepang, hal itu sangat benar adanya bahwa mereka sangat disiplin dengan memiliki budaya kerja yang luar biasa. Libur nasional di sini lebih banyak daripada di Indonesia, dan biasanya ada kantor-kantor yang memberikan tambahan hari libur di luar libur nasional.

Tapi, tetap saja, orang-orang lebih memilih untuk bekerja. Mereka terlihat memang selalu bekerja tetapi bagi yang bisa menikmati ritme kerja dan hidup di sini, pasti akan enjoy bekerja di sini.

Satu hal, saya juga diingatkan teman saya untuk tidak pernah bertanya seperti: "Kamu kerja terus, apa tidak punya kehidupan?". Pertanyaan itu sangat menyakitkan bagi mereka karena kerja itulah bagian dari hidup mereka.

Sepulang kerja, seringkali para pekerja akan pergi nomikai atau minum-minum setelah bekerja. Dan bagi mereka, hal itu bukan sekadar minum-minum tetapi juga dianggap sebagai budaya yang penting, cara mereka berkomunikasi dengan rekan kerja, rekan bisnis, klien ataupun potensi rekan bisnis.

Kalau kamu bisa minum lama dan tidak mabuk hingga tetap terkontrol, itu berarti kamu bisa diajak minum sama level yang lebih tinggi di dunia kerja. Itu sebenarnya tentang self-control dan tetap menjaga profesionalitas kita.

Dan mereka juga sangat menghargai, misalnya kita tidak bisa minum karena punya alergi terhadap minuman atau tidak bisa minum karena alasan agama. Mereka akan menghormati dan tidak akan memaksa.

Dari semua pengalaman tersebut, tinggal hampir dua tahun di Tokyo, mengajarkan saya banyak hal. Sejauh ini, dengan semua kesulitan yang saya alami, saya senang tinggal di sini walaupun dengan ritme hidup yang sangat cepat.

(wiw)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER