Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, dikenal menyajikan pemandangan pantai dan laut yang indah, dengan formasi batu karang yang menjulang.
Tapi, destinasi wisata bernama lengkap Taman Nasional Kepulauan Togean atau TNKT itu belum lama ini dikeluhkan oleh turis asal Kanada bernama Dave Smith.
Bahkan, dalam ceritanya yang dipublikasikan South China Morning Post pada Senin (21/08), Dave menyebut Kepulauan Togean terlihat seperti surga, namun terasa seperti neraka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama di Kepulauan Togen, dia mengeluhkan soal fasilitas resor, warga yang memberi makan buaya liar, listrik yang mati saat malam hari, tidak adanya bar dan cafe, hingga banyak karang yang disebutnya mati.
Lalu, benarkah Kepulauan Togean seperti yang dikeluhkan turis Kanada tersebut? Taman Nasional Kepulauan Togean diresmikan pada tahun 2004.
Kepulauan ini dikenal kaya akan terumbu karang dan berbagai biota laut yang langka dan dilindungi. Kepulauan ini adalah yang terbesar di Indonesia.
Dibentuk oleh aktivitas vulkanis, pulau ini ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan yang subur dan rimbun, serta dikelilingi oleh formasi bukit karang. Formasi bukit karang jadi habitat beberapa hewan laut dan kura-kura hijau.
Di Kepulauan Togean, wisatawan dapat melakukan berbagai kegiatan di perairan seperti menyelam, snorkeling, hingga memancing. Selain itu, wisatawan juga dapat menjelajahi alam hutan dengan trekking di Pulau Malenge dan mengunjungi Gunung Colo di Pulau Una-una. Pengunjung juga bisa mampir ke permukiman orang Bajo di Kabalutan.
Seperti dikutip dari Mongabay, taman nasional ini merupakan jantung bagi segitiga karang dunia dengan luas 365,241 hektare, juga rumah bagi 262 jenis terumbu karang.
Namun, menurut Travelfish, sejak tahun 1990-an banyak nelayan sudah melakukan praktek penangkapan ikan dengan bom atau sianida di kawasan Togean, yang menyebabkan penurunan tajam jumlah ikan serta rusaknya terumbu karang yang cukup masif.
Hal ini menyebabkan hiu, ikan besar, hingga kura-kura menjadi jarang terlihat. Pada tahun 2016, data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tojo Una-Una mengungkapkan sebanyak 25 dari 90 lokasi spot diving dalam kondisi yang tidak cukup baik.
Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas) Sulawesi Selatan mencatat dalam situsnya pada Selasa (11/07) bahwa sejak tahun 1990, Kepulauan Togean telah menjadi pemasok Ikan Napoleon Hidup dalam perdagangan global. Hal ini mengubah ekologi dan tatanan sosial masyarakat khususnya Suku Bajau.
Imunitas juga memaparkan kondisi kerusakan terumbu karang yang meningkat tajam pada periode saat ini. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tojo Una-Una, Rahmat Basri, mengonfirmasi bahwa praktik ilegal pengeboman laut masih terus terjadi saat ini.
(wiw)