Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, disebut-sebut sebagai salah satu surga dengan keindahan alam tersembunyinya yang menakjubkan.
Lokasi ini merupakan perairan murni dengan beragam biota lautnya yang sudah lama menjadi magnet bagi turis pencinta wisata laut.
Sayangnya, pengalaman tidak menyenangkan dialami oleh seorang turis asal Kanada bernama Dave Smith baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat memutuskan ke Kepulauan Togean, Dave membayangkan pengalaman berenang bersama ubur-ubur. Perairan Togean merupakan tempat berkembang biaknya hewan laut, seperti ubur-ubur tanpa penyengat, dugong, lumba-lumba, hingga penyu sisik yang hampir punah.
Dalam ceritanya yang dipublikasikan South China Morning Post pada Senin (21/08), Dave menempuh perjalanan panjang untuk bisa sampai ke Togean. Dia terbang dari Bali ke Makassar, lalu dilanjutkan penerbangan kedua ke Ampana, sebuah kota pelabuhan kecil di Pantai Selatan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.
Ia menginap di Ampana, untuk keesokan paginya berangkat menggunakan kapal feri menuju Wakai, desa terbesar Kepulauan Togean. Selama perjalanan, ia berbincang dengan penduduk lokal ramah yang menawarkannya kopi. Ia juga mendapati atraksi lumba-lumba yang melompat ke permukaan ketika setengah perjalanan.
Dave mendarat di Wakai, kawasan yang menurut dia dikelilingi air kotor dan lumpur, di mana terdapat buaya air asin yang kerap muncul di malam hari. Saat Dave tiba, ia mendengar kabar bahwa seorang nelayan baru saja meregang nyawa dimakan buaya sehari sebelumnya.
Dave kemudian pergi menuju resor yang telah dipesannya, dengan menyewa perahu motor seharga Rp150.000. Menurutnya, terdapat sekitar 20 resor yang tersebar di kawasan Kepulauan Togean.
Selama 30 menit perjalanan, ia disuguhi pemandangan dramatis tanjung pulau terbesar dan karst batu kapur, yang menurutnya menjulang seperti bidak catur raksasa.
Ditetapkan sebagai Taman Nasional Kepulauan Togean pada 2004 lalu, kepulauan ini adalah yang terbesar di Indonesia. Melansir dari Mongabay, taman nasional ini merupakan jantung bagi segitiga karang dunia dengan luas 365,241 hektare, juga rumah bagi 262 jenis terumbu karang.
Sesampainya di resor, Dave melihat kondisi ruang makan dan ruangan peralatan selam terlihat tidak cukup baik. Namun menurutnya, kamarnya cukup bersih dengan tempat tidur yang cukup nyaman. Dave juga menyayangkan sajian resor yang menurutnya tidak cukup baik.
Dave bertemu dan berbincang dengan tamu lain, Ned dan Tom dari Australia. Mereka menanggapi bagaimana layanan di resor tersebut. Meski ikut membandingkan dengan resor di tempat wisata lain yang menurut mereka memiliki pelayanan lebih baik.
Tom sempat menekankan kepada Dave tentang pelayanan yang sesuai dengan harga. "Kami sudah terbiasa dengan akomodasi semacam ini. Anda tidak boleh terlalu tegang saat bepergian dengan anggaran terbatas di Indonesia," jelas Tom.
Dave juga membandingkan bahwa harga resornya ini hanya separuh dari harga laundry-nya ketika ia berlibur di resor mewah di Maladewa.