Pilah-pilih Kurikulum Sekolah, Cuma Tren atau Memang Diperlukan?

Putri Annisa | CNN Indonesia
Rabu, 30 Agu 2023 08:01 WIB
Banyak orang tua kini menyekolahkan anak di sekolah berkurikulum khusus, seperti sekolah alam. Kurikulum ini menawarkan pengembangan karakter anak yang sesuai.
Ilustrasi. Banyak orang tua masa kini yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah dengan kurikulum khusus. (Istockphoto/ Shironosov)
Jakarta, CNN Indonesia --

Yunita senang betul saat melihat buah hatinya, Aiman, terlihat lebih percaya diri, utamanya dalam menyelesaikan masalah. Seolah bagi Aiman kini, masalah adalah tantangan yang bisa diselesaikan.

Aiman tak ujug-ujug bisa begitu pede saat berhadapan dengan masalah. Kepedean itu didapatkan Aiman setelah satu setengah tahun belajar di salah satu sekolah alam di wilayah Depok, Jawa Barat.

"Karena semua anak dikasih kesempatan sama guru buat ngomong," kata Yunita pada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekolah kurikulum khusus tengah jadi 'primadona' di antara banyak orang tua masa kini. Sekolah ini menawarkan pendekatan belajar yang notabene tidak ditawarkan oleh sekolah dengan kurikulum pada umumnya. Metode belajar yang disesuaikan dengan karakter anak dan jaminan pengembangan karakter si kecil jadi dua di antara banyak hal yang ditawarkan.

Banyak hal yang bikin orang tua kepincut dengan kurikulum-kurikulum khusus. Yunita, misalnya, yang bersama suami sejak jauh-jauh hari telah memikirkan metode atau pendekatan belajar Aiman yang sesuai dengan karakternya.

Pada dasarnya, ia ingin Aiman belajar di sekolah Islam, tapi bukan yang mengharuskan anak bergumul dengan hafalan Al-Qur'an terus-terusan.

"Melihat dari Aiman bukan tipikal yang senang muroja'ah (menghafal Al-Qur'an), takutnya nanti berat di dia. Jadi kami cari yang Islamnya lebih mengajarkan aplikasinya setiap hari. Orientasi enggak ngejar prestasi akademis banget, itu juga jadi pertimbangan," tutur Yunita.

Konsep sekolah alam yang dipilih Yunita memang menggunakan pendekatan yang lebih menyenangkan. Anak belajar lewat permainan dengan berbagai hal yang ada di alam sebagai mediumnya. Anak juga bisa mengaplikasikan hal-hal yang ditemuinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari.

Keputusan Yunita memilih sekolah berkurikulum khusus ini tak salah. Praktisi psikologi anak usia dini Aninda mengatakan, metode atau kurikulum sekolah memang perlu disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan anak.

"Karena setiap anak itu punya minat dan cara belajarnya masing-masing, dan pastinya tiap anak bisa berbeda-beda," ujar Aninda kepada CNNIndonesia.com.

Aninda mencontohkan, anak-anak yang memperlihatkan ketertarikannya pada akademis mungkin akan lebih cocok untuk masuk di sekolah yang menggunakan metode IB atau Cambridge. Sementara untuk anak-anak yang aktif mungkin lebih cocok di sekolah alam atau sentra.

Pengembangan karakter anak sendiri membutuhkan proses yang tidak sebentar. Karena ini pula, pemilihan sekolah yang tepat penting dilakukan sejak dini. Jika bisa dan memungkinkan, anak perlu belajar dengan kurikulum yang sesuai hingga tingkat menengah.

Pelajar SD Negeri 285 Banda Besar, Maluku Tengah, Sabtu, 16 Juli 2022. CNN Indonesia/Safir MakkiIlustrasi. Pengembangan karakter anak jadi salah satu hal utama yang ditawarkan sekolah berkurikulum khusus. (cnnindonesia/safirmakki)

Tingkat TK menjadi awal pengembangan karakter anak dari sisi eksternal keluarga. Sementara SD adalah tempat di mana karakter anak semakin terbentuk. Orang tua disarankan untuk memilihkan SD dengan kurikulum yang sesuai dengan TK.

Sama halnya saat anak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Tingkat ini menjadi masa peralihan anak menuju dewasa, yakni masa remaja.

Menurut Aninda, di masa ini anak akan 'berubah' menjadi lebih memberontak dan merasa sudah 'dewasa'. Untuk itu, penanaman karakter masih sangat dibutuhkan agar anak tetap pada jalurnya.

Sementara di tingkat SMA, lanjut Aninda, karakter anak biasanya sudah terbentuk. Pada titik ini, orang tua bisa fokus memilihkan sekolah yang disesuaikan dengan rencana pendidikan anak ke depannya.

"Contoh, masuk SMA negeri agar bisa lebih mudah jalur masuk PTN, atau masuk SMA internasional agar bisa memudahkan masuk universitas di luar negeri," ujar Aninda mencontohkan.

Namun di luar soal pengembangan karakter anak, dalam kasus Yunita, sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi juga ikut memengaruhi. Ia rela menempuh jarak 10 kilometer dari Cibinong, Kabupaten Bogor menuju Depok demi pendidikan terbaik untuk Aiman.

Sebenarnya, Yunita ingin mendaftarkan Aiman di SD negeri di daerah Depok yang ia anggap berkualitas. Namun, keinginannya itu urung dilakukan karena terhalang aturan PPDB zonasi. Alih-alih memaksakan diri ke sekolah yang dinilai kurang pas, Yunita lebih rela menempuh jarak berdurasi 20-30 menit ke Depok demi pendidikan terbaik untuk Aiman.

Pengamat pendidikan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menilai sebenarnya hal itu tak semestinya terjadi jika ada win-win solution dari pemerintah daerah setempat soal aturan PPDB Zonasi.

"Ini sebenarnya harus ada kerja sama untuk bisa saling membantu, bahwa anak yang ada di Cibinong ini, ketika ingin sekolah di Depok, karena tertarik di Depok, berikan kesempatan oleh pemerintah dengan batasan kuota tertentu," ujar Heru pada CNNIndonesia.com.

Heru menilai masih banyak yang kurang dari sistem PPDB zonasi. Selain jumlah sekolah di sejumlah wilayah yang masih terbilang minim, Heru juga menyoroti masalah infrastruktur dan kualitas guru yang seyogianya menjadi perhatian agar pemerintah bisa memberikan layanan pendidikan terbaik bagi anak-anak di Indonesia.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya..

Mahal, tapi manfaatnya nyata

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER