HARI KESEHATAN MENTAL SEDUNIA

Kenapa Kita Perlu Memperhatikan Mental Ibu Setelah Melahirkan?

CNN Indonesia
Selasa, 10 Okt 2023 08:30 WIB
Menghadapi peran baru sebagai ibu bukanlah hal mudah bagi sebagian besar perempuan. Berbagai perubahan rentan membuat psikologis ibu goyah.
Ilustrasi. Menghadapi peran baru sebagai ibu bukanlah yang mudah bagi sebagian besar perempuan. (yc0407206360/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Masih membekas di ingatan saat media sosial ramai membicarakan seorang perempuan yang hendak melompat ke rel saat kereta commuter line melaju di lintasan pada awal September lalu. Ia hendak melompat sambil menggendong buah hatinya. Kejadian ini terekam di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Untungnya, petugas stasiun dan beberapa warga yang berada di lokasi sigap mencegah ibu tersebut mengakhiri hidup dirinya bersama anaknya. Setelah diselamatkan, ia mengaku tidak bahagia dan merasa tidak mampu mengasuh anaknya setelah melahirkan.

Yang tak kalah pilu, seorang ibu asal Thailand, Pranaiya Oulapathorn, mengakhiri hidup bersama bayinya, Arthur, yang belum genap berusia 6 bulan. Ia diketahui mengalami depresi postpartum (PPD).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa yang dialami ibu muda di Stasiun Pasar Minggu dan ibu asal Thailand hanya contoh kecil dari kisah-kisah pilu ibu setelah melahirkan. Ada banyak kasus serupa yang terjadi baik di Indonesia maupun dunia.

Bukan tanpa alasan, tekanan psikologis yang dialami ibu setelah melahirkan memang terbilang berat hingga membuat banyak dari mereka yang kehilangan akal.

Psikolog dari Ohana Space Kantiana Taslim mengatakan, gangguan mental memang berisiko dialami sebagian besar perempuan setelah melahirkan. Beberapa hanya memicu gejala ringan, tapi tak sedikit yang menimbulkan gejala berat hingga muncul niat untuk menyakiti atau mengakhiri hidup dirinya dan buah hatinya.

"Ada beberapa hal yang membuat para ibu rentan memiliki kualitas kesehatan mental yang terganggu setelah melahirkan," kata Kantiana saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (5/10).

Selain perubahan hormon, adaptasi terhadap rutinitas serta peran baru setelah melahirkan bisa memicu stres dan depresi para ibu. Utamanya, jika proses adaptasi ini tidak disokong dengan perhatian dan kepedulian orang-orang sekitarnya.

"Ibu butuh penyesuaian yang tentunya tidak mudah, beradaptasi, dan menyusun kembali prioritasnya, serta kembali mengenal dirinya yang baru dengan berbagai perubahan yang ada," jelasnya.

Umumnya, ada tiga masalah mental yang terkait dengan kondisi ibu setelah melahirkan. Dari yang paling ringan hingga terparah, masalah itu di antaranya adalah baby blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Depresi postpartum menjadi yang paling umum.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, 10-15 persen perempuan di dunia mengalami depresi pasca-melahirkan. 

Di Indonesia sendiri tak ada catatan spesifik mengenali prevalensi depresi postpartum. Namun, sebanyak 5,8 persen perempuan pada usia subur (10-54 tahun) mengalami depresi, di mana memungkinkan sebagiannya disebabkan oleh kondisi postpartum.

Sebuah penelitian yang dilakukan Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat menganalisis data ibu melahirkan dan kesehatan mental di Riskesdas 2018. Studi menemukan, risiko depresi meningkat saat calon ibu tak memeriksakan diri ke tenaga kesehatan sebelum persalinan.

Kehilangan diri sendiri

Head shot woman anxious worried woman sitting on couch at home. Frustrated confused female feels unhappy, problems in personal life, quarrel break up with boyfriend and unexpected pregnancy conceptIlustrasi. Masa postpartum atau setelah melahirkan bisa membuat seorang ibu merasa kehilangan dirinya sendiri. (Istockphoto/fizkes)

Proses menyusui juga sering dianggap sebagai biang kerok terganggunya kondisi psikis ibu setelah melahirkan. Tak sedikit ibu yang merasa kehilangan jati diri dan benci dengan dirinya sendiri saat harus menyusui si kecil.

Kantiana melihat banyak ibu yang mengalaminya. Proses menyusui, lanjut dia, memang bisa sangat menguras emosi.

"Kesulitan yang dihadapi ketika menyusui bayi, belum lagi jika peran tersebut merupakan hal yang sama sekali baru baginya. Ini bisa membangkitkan stres dalam diri, hingga muncul berbagai perasaan rendah diri bahkan benci terhadap dirinya sendiri," kata dia.

Rasa rendah diri, lelah, bingung, dan tak berguna yang dialami, lanjut Kantiana, bisa membuat ibu kehilangan dirinya. Perasaan yang semua hanya bingung dan lelah bisa berubah menjadi depresi dan memicu keinginan untuk mengakhiri hidup.

"Di saat seperti ini, ibu sangat membutuhkan dukungan untuk menjalankan peran barunya dan dibantu untuk hal-hal yang diperlukan," katanya.

Jika dalam kondisi ini ibu tak mendapatkan bantuan dan dukungan, maka kondisi psikologis mereka menjadi rentan. Bisa saja ibu mengalami depresi postpartum hingga psikosis postpatum. Keduanya merupakan dua dari tiga gangguan mental yang bisa dialami ibu pasca-melahirkan.

Sangat penting bagi orang-orang di sekitarnya, terutama suami, untuk memberikan dukungan yang diperlukan ibu. Ibu yang sehat secara fisik dan mental dapat menjalankan perannya dengan lebih optimal.

"Tawarkanlah bantuan sesuai dengan prioritas ibu yang baru melahirkan pada saat itu. Tanyakan kondisinya, dan how she's holding up," kata dia.

(tst/asr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER