Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang siswa kelas 2 SD di Gresik, Jawa Timur harus kehilangan sebelah penglihatannya. Sebelah matanya buta permanen gara-gara dicolok tusukan bakso oleh kakak kelas yang merundungnya.
Kejadian nahas itu dialami siswa tersebut gara-gara menolak memberikan uang jajan ke kakak kelas yang merundungnya. Karena kesal, kakak kelas yang hingga kini tidak diketahui identitasnya itu nekat mencolok mata siswa tersebut hingga buta.
Kasus perundungan lainnya terjadi pada September lalu. Seorang siswa SMP di Cilacap, Jawa Tengah berinisial FF (14) mengalami patah tulang rusuk setelah dirundung teman sekolahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
FF dirundung secara fisik oleh beberapa siswa lain dengan cara ditendang, diinjak, hingga diseret berkali-kali. Akibatnya, beberapa tulang rusuk FF patah, dan dia harus menjalani perawatan intensif.
Di luar dari kasus di atas, ada banyak kasus perundungan yang menimpa anak lainnya di Indonesia. Tak cuma melukai psikis, beberapa kasus perundungan bahkan sampai mencederai fisik korban.
Baru-baru ini, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis data teranyar kasus perundungan di satuan pendidikan mulai Januari-Juli 2023. Temuan FSGI, 50 persen perundungan terjadi di tingkat SD dan SMP.
Sementara itu, kasus perundungan di tingkat SMA berkisar 18,75 persen. Lebih sedikit daripada yang terjadi di jenjang SD dan SMP.
Selain itu, FSGI juga menyorot banyaknya kejadian bullying yang melibatkan siswa. Baik korban maupun pelaku sama-sama merupakan peserta didik. Tapi, ada juga pihak lain yang melakukan perundungan, mulai dari orang tua murid, guru, hingga kepala sekolah.
Kenapa banyak anak sekolah terlibat perundungan?
 Ilustrasi angka kasus perundungan di sekolah selama tiga tahun ke belakang. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Praktisi psikolog anak usia dini Aninda menyebut, perilaku bullying pada anak usia sekolah hingga remaja bisa muncul karena beberapa hal. Salah satunya didorong oleh pencarian jati diri yang muncul saat anak beranjak remaja.
Secara psikologis, anak-anak yang memasuki usia remaja memiliki kecenderungan bingung dengan dirinya. Dia akan meniru perilaku-perilaku yang menarik perhatian orang. Salah satunya dengan bertindak iatau merundung teman lainnya.
"Karena ada kebutuhan, jadi dia ingin diperhatikan orang, ingin dilihat, dan muncul perasaan kalau bertindak superior maka bisa diperhatikan banyak orang. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan cara mem-bully," kata Aninda saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (14/11).
Simak selengkapnya di halaman berikutnya..
Selain itu, faktor lain yang bisa mendorong anak melakukan perundungan adalah lingkungan dan media sosial. Paparan lingkungan dan media sosial bisa dibilang sama parahnya dalam hal memantik perilaku bullying seorang anak.
Media sosial memperlihatkan banyak hal terhadap seorang anak. Mereka akan menyerap dan meniru apa pun yang menarik perhatian orang lain.
Hal ini, lanjut Aninda, bisa semakin parah jika orang tua tidak memberikan pendampingan saat anak bermain media sosial.
Anak akan melihat dan meniru apa yang mereka lihat. Jika di media sosial ada tindakan bully yang menurut mereka keren dan menarik, maka bisa langsung ditiru. Si anak pun bisa jadi pelaku perundungan di sekolahnya.
Apalagi kalau sekolah dan keluarga tidak mendukung untuk memberikan pendidikan atau penjelasan ke anak terkait bullying.
"Akhirnya mereka mencontoh dan ada dorongan dari diri mereka, maka tidak bisa dihilangkan lagi muncul perilaku bully oleh anak remaja ini," kata dia.
Bagaimana mencegahnya?
Mencegah perilaku bullying atau perundungan tidak hanya dilakukan satu pihak saja. Semua pihak di lingkungan si anak harus terlibat. Mulai dari keluarga, lingkungan, hingga sekolah.
Perilaku bully muncul karena paparan lingkungan yang tidak ditamengi dengan petuah dan bimbingan orang sekitar. Maka, tanggung jawab soal bullying ini menjadi ranah bersama, bukan hanya satu pihak saja.
"Di sekolah harus ada edukasi soal bullying. Bimbingan konseling ini sangat penting diterapkan tiap sekolah. Pihak sekolah tidak boleh akan istilahnya mewajarkan perilaku bullying sebagai kenakalan biasa. Karena nakal mau bagaimana juga tidak wajar," kata dia.
Selain itu, orang tua juga harus memerhatikan setiap gerak gerik anak tanpa harus mengekang mereka terlalu ketat. Beri anak kebebasan, tapi jenis kebebasan yang bertanggung jawab.
Sementara untuk korban, pendampingan perlu diberikan. Pasalnya, mereka akan mengalami luka, bukan hanya fisik tapi juga psikis. Aninda mengatakan, pendampingan dan konseling diperlukan agar luka fisik dan psikisnya bisa disembuhkan dengan baik.
"Beri anak-anak korban ini perlindungan, jangan sampai mereka trauma dengan bullying yang diterima. Perlihatkan juga bahwa pelaku sudah ditindak sebagaimana mestinya. Jangan sampai pelaku ini dibebaskan begitu saja. Karena jika begitu, mereka bisa mengulangi tindakan bullying tersebut," kata Anin.