'Tua di Jalan', Warga Bandung Buang-buang Waktu 108 Jam Tiap Tahun
Bukan sekadar istilah, frasa 'tua di jalan' adalah nyata. Warga Bandung mengalaminya.
Laporan teranyar dari TomTom Traffic mencatat, warga Bandung rata-rata menghabiskan waktunya di jalan karena kemacetan selama 108 jam setiap tahun. TomTom Traffic merupakan platform yang merilis data kemacetan di dunia.
Kemacetan jadi hal biasa buat warga kota-kota besar. Sering kali kemacetan juga membuat warga di kota-kota besar harus 'tua di jalan' alias menghabiskan waktunya lebih lama di jalanan menghadapi kemacetan.
Bandung sendiri menjadi kota termacet ke-7 di Asia dan ke-12 di dunia. Sementara Jakarta berada di posisi ke-34 di Asia dan ke-90 di dunia.
Dengan data tersebut, Bandung resmi menjadi kota termacet di Indonesia.
Bandung sendiri merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat yang dikenal sebagai salah satu kota besar di Indonesia. Dijuluki Paris van Java, Kota Bandung dikenal dengan keindahan alam dan suasana sejuknya. Tak heran jika saat ini Bandung juga jadi salah satu destinasi wisata populer orang-orang yang ingin healing atau pergi berlibur.
"Dulu tuh Bandung macet kalau pas weekend. Tapi sekarang, mau weekend atau hari kerja, ya sama-sama aja," ujar Kiki (40), warga Bandung, pada CNNIndonesia.com, Kamis (3/7).
Kiki juga menjadi salah satu warga Bandung yang menghabiskan waktunya di jalan. Setiap hari, Kiki harus menempuh waktu 45-50 menit dari rumahnya di Sariwangi menuju kantornya yang berada di kawasan Braga. Durasi tempuh yang bagi warga Jakarta sudah biasa, tapi tidak buat warga Bandung.
Dalam perjalanan rumah-kantor, Kiki harus bertemu dengan beberapa titik macet. Untungnya, Kiki mengendarai sepeda motor yang membuatnya bisa selap-selip sana-sini.
Apa yang dirasakan Kiki setiap harinya? Tentu saja rasa lelah karena harus menempuh waktu lama untuk tiba di rumah saat tubuh sudah lelah bekerja seharian.
"Kalau udah sampai rumah, tuh, rasanya lega banget, bisa selonjoran sambil ngopi," kata Kiki.
Pengaruh terhadap kesehatan
Dampak rutin menghadapi kemacetan tak berhenti di keluh kesah para pengendara. Lebih dari itu, kemacetan bisa berdampak pada kesehatan.
Sebuah studi yang dilakukan perusahaan asuransi Direct Line menemukan, kemacetan lalu lintas dapat merusak kesehatan pengendara. Kondisi traffic stress syndrome jadi ancaman para pengendara yang bergelut dengan kemacetan.
Penelitian menemukan, 1 dari 3 pengendara mengalami traffic stress syndrome. Mereka umumnya menunjukkan berbagai gejala usai terhenti di kemacetan selama 3-5 menit.
Mengutip Teesside Live, sebanyak 1 dari 5 pengemudi juga mengalami peningkatan detak jantung dan sakit kepala. Dalam kasus yang lebih parah, pengemudi bisa mengalami mual, pusing, hingga kram perut.
Ada juga beberapa efek lain yang lebih umum dari menghadapi kemacetan, termasuk kecemasan dan agresi yang meningkat.
Dalam sebuah wawancara dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, psikolog Mira Amir mengatakan bahwa kemacetan juga bisa berdampak pada emosi. Emosi pengendara jadi tidak stabil.
Bukan cuma itu, stres dan kelelahan fisik akibat macet juga bisa berimbas pada produktivitas kerja.
"Stres, pekerjaan jadi terganggu. Emosi jadi tidak stabil, misal mudah marah, mudah tersinggung. Dan jangan lupa, karena fisik lelah, jadi mudah ngantuk," ujar Mira.
(asr/asr)